Dokter Detektif alias Doktif baru-baru ini mengunjungi Mapolda Metro Jaya, Jakarta, pada Kamis (6/3/2025). Ia memastikan kedatangannya tidak ada kaitannya dengan proses hukum yang tengah dijalani oleh Nikita Mirzani, yang saat ini menjadi tersangka pemerasan. “Nggak, nggak,” ungkap Doktif ketika ditanya mengenai hubungannya dengan penahanan Nikita Mirzani.
Kedatangan Doktif adalah untuk melengkapi laporan mengenai penyebaran data pribadi milik salah satu lawan bicaranya, Shella Saukia. Menurutnya, ia telah mengajukan banyak laporan terhadap lawan tersebut di Polda Metro Jaya. “Melengkapi laporan aja, yang penyebaran data pribadi,” jelasnya.
Dalam situasi yang penuh ketegangan ini, Doktif memilih untuk tidak berdiskusi mengenai keterlibatan Nikita Mirzani dalam kasus pemerasan yang dilaporkan oleh Dokter Reza Gladys. Ia menyatakan bahwa dirinya tidak ingin pernyataannya dipelintir oleh para buzzer, yang dapat menyebabkan penilaian negatif terhadapnya. “Nggak tahu. Soalnya gini, Doktif nggak mau, giringan-giringan opini ini kan luar biasa, jadi lebih baik Doktif keep silent aja,” tutur Doktif.
Meskipun ada spekulasi bahwa Nikita Mirzani dan asistennya, Mail Syahputra, terlibat dalam tindakan pemerasan, Doktif menyerahkan sepenuhnya kepada penegak hukum untuk menyelidiki dan mengambil tindakan. “Biarkan penegak hukum yang bekerja dengan maksimal. Lebih baik Doktif cooling down aja, biar penyidik aja yang bekerja ya,” sambungnya.
Mengenai tudingan bahwa dirinya terlibat dalam praktik pemerasan terkait sejumlah bisnis skincare, Doktif juga enggan memberikan komentar. Ia merasa bahwa apapun yang ia katakan dapat disalahartikan. “Ini buzzer-nya luar biasa. Nanti Doktif ngomong apa, salah, diputer lagi,” tegasnya.
Nikita Mirzani dan asistennya menjadi tersangka pemerasan sejak pertengahan Februari 2025, setelah dilaporkan oleh Dokter Reza Gladys pada 3 Desember 2024. Mereka dituduh melakukan pemerasan terhadap Gladys dengan tuntutan mencapai Rp4 miliar. Sebelumnya, Nikita dan Mail telah dua kali absen dari sesi pemeriksaan dengan alasan kesibukan dan masalah kesehatan.
Kedua tersangka dikenakan sejumlah pasal serius dalam hukum yang berbeda, termasuk Pasal 27B ayat (2) dan Pasal 45 ayat (1) UU No. 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Ancaman hukuman yang dihadapi bagi kedua tersangka bisa mencapai 6 tahun penjara untuk pasal ITE dan bahkan 9 tahun penjara berdasarkan Pasal 368 KUHP terkait pemerasan. Selain itu, mereka juga dapat terjerat Pasal 3, 4, dan 5 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dengan ancaman hukuman hingga 20 tahun penjara.
Keputusan Doktif untuk tidak terlibat dalam perdebatan publik mengenai Nikita Mirzani menyoroti bagaimana opini publik dan media sosial dapat memengaruhi narasi suatu kasus. Keterlibatan buzzer dalam menyebarkan opini bisa menjadi tantangan tersendiri tidak hanya bagi pelaku yang terlibat, tetapi juga bagi para saksi dan pihak terkait lainnya.
Dengan berbagai dinamika yang terus berkembang, kasus ini masih menjadi perhatian publik dan media. Penegak hukum akan terus mengeksplorasi bukti dan situasi terkait untuk mencapai keputusan yang adil dalam penyelidikan ini.