
Pemerintah Amerika Serikat baru-baru ini telah melakukan deportasi terhadap 119 migran dari beberapa negara Asia, yang kemudian diterbangkan ke Panama. Langkah ini merupakan bagian dari kerjasama bilateral antara AS dan Panama untuk mengatur pemulangan migran. Presiden Panama, Jose Raul Mulino, mengonfirmasi bahwa penerbangan yang membawa migran tersebut mendarat di Panama pada hari Kamis, 13 Februari 2025.
“Meneruskan kerja sama dengan pemerintah AS, penerbangan Angkatan Udara AS yang membawa 119 orang dari berbagai negara mendarat di Panama kemarin,” ungkap Mulino dalam konferensi pers. Penerbangan ini merupakan yang pertama dari tiga penerbangan yang telah direncanakan, dengan total sekitar 360 migran yang diperkirakan akan dideportasi dari AS dalam program ini.
Migran yang dideportasi mencakup individu dari sejumlah negara, termasuk Afganistan, China, India, Iran, Nepal, Pakistan, Sri Lanka, Turki, Uzbekistan, dan Vietnam. “Ini bukan jumlah yang sangat besar,” tambah Mulino, merujuk pada skala penerbangan pertama ini. Setelah tiba di Panama, mereka akan ditempatkan di fasilitas sementara di wilayah Darien, yang terkenal sebagai jalur migrasi antara Amerika Tengah dan Selatan. Dari fasilitas tersebut, para migran akan dipulangkan ke negara asal mereka.
Wakil Menteri Luar Negeri Panama, Carlos Ruiz Hernandez, menjelaskan bahwa alasan Panama dipilih sebagai lokasi transit adalah permintaan dari pemerintah AS. Washington juga berperan dalam membiayai pemulangan migran ini melalui badan migrasi PBB. Para migran yang dideportasi sebelumnya ditahan akibat memasuki AS secara ilegal, namun tidak memiliki catatan kriminal.
Sebagai bagian dari upaya lebih besar untuk mengontrol arus migrasi, Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, melakukan kunjungan ke Panama minggu lalu, di mana ia berdiskusi dengan Presiden Mulino. Salah satu topik utama dalam pertemuan tersebut adalah pengendalian migrasi melalui jalur Darien. Mulino telah mengajukan proposal untuk menjadikan Panama sebagai jembatan dalam proses pemulangan para migran yang dideportasi oleh AS.
Menurut data terbaru, kerja sama antara AS dan Panama telah berhasil mengurangi jumlah migran Asia yang melalui jalur Darien hingga 90% pada bulan Januari 2025 dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Kebijakan imigrasi baru yang diterapkan oleh pemerintahan Donald Trump tampaknya berkontribusi pada pengurangan ini, mencerminkan perubahan strategi dalam menghadapi isu migrasi yang kompleks di kawasan tersebut.
Dengan dipulangkannya 119 migran ini, tampak jelas bahwa situasi migrasi di Amerika Tengah dan Selatan terus menjadi perhatian utama pemerintah AS. Konsistensi dalam melaksanakan operasi pemulangan diharapkan dapat mengurangi jumlah migran yang mencoba mencapai AS secara ilegal. Hal ini juga menandakan keterlibatan aktif Panama sebagai mitra dalam mengatasi tantangan migrasi regional, serta menunjukkan perkembangan penting dalam hubungan bilateral antara kedua negara.
Selanjutnya, fokus pada pengelolaan migrasi di kawasan ini perlu diteruskan. Pemerintah Panama diharapkan dapat menjaga komunikasi yang baik dengan AS untuk memastikan penanganan migran dilakukan secara kemanusiaan, serta mencegah potensi penyalahgunaan dari praktik tersebut. Sementara itu, tantangan yang dihadapi oleh para migran, termasuk faktor-faktor yang mendorong migrasi, tetap menjadi isu yang harus ditangani agar solusi yang lebih komprehensif dapat dicapai.