Sains

Cak Imin: AI Bisa Kaburkan Fakta, Masyarakat Harus Waspada!

Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Muhaimin Iskandar, yang akrab disapa Cak Imin, menegaskan perlunya masyarakat untuk lebih waspada terhadap perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI). Dalam pernyataannya kepada media, Cak Imin menggarisbawahi potensi risiko yang ditimbulkan oleh AI, termasuk kemampuannya yang sering disalahgunakan untuk mengaburkan fakta-fakta yang benar. “Kita semua harus waspada, dan pemerintah akan terus berusaha agar perkembangan AI ini inklusif, adil, transparan, dan benar-benar tidak merugikan,” jelas Cak Imin pada Selasa (11/2/2025).

AI, menurut Cak Imin, dapat berfungsi sebagai alat yang bermanfaat beriringan dengan ancaman yang mungkin timbul jika tidak digunakan dengan bijaksana. Ia menekankan pentingnya menggunakan teknologi ini secara hati-hati, agar tidak terjebak dalam dampak negatif yang dapat merugikan masyarakat. Terlebih lagi, AI belakangan ini kerap dimanfaatkan untuk kegiatan ilegal, termasuk tindakan pencurian yang dapat merugikan banyak pihak.

Dino Patti Djalal, pendiri dan ketua Foreign Policy Community of Indonesia, menambahkan bahwa AI memiliki dua sisi—sebagai akselerator sekaligus ancaman bagi kebebasan individu. Ia mengingatkan bahwa penggunaan AI tanpa kebijakan yang jelas dapat membuat manusia menjadi bergantung pada teknologi, hingga kehilangan identitas dirinya sendiri. “Apa artinya kebebasan ketika kamu tidak lagi dirimu? Kamu tidak lagi memiliki identitasmu,” ungkapnya dengan tegas.

Selain itu, penelitian terbaru juga menunjukkan bahwa model bahasa besar (LLM), kategori AI yang terkadang ditujukan untuk menghasilkan teks, dapat digunakan oleh penjahat siber untuk menciptakan varian baru kode JavaScript berbahaya. Temuan ini mengindikasikan bahwa AI dapat memfasilitasi tindakan kejahatan yang sulit dideteksi oleh sistem keamanan yang ada saat ini. “Penjahat dapat meminta LLM untuk melakukan transformasi yang tampak jauh lebih alami, yang membuat pendeteksian malware ini lebih menantang,” ujar seorang peneliti dari Palo Alto Networks.

Dalam konteks ini, para penjahat siber dapat menghasilkan hingga 10.000 varian baru dari kode jahat tanpa mengubah fungsionalitas dasarnya. Dengan menggunakan teknik pengaburan berbasis LLM, mereka dapat mengelabui sistem pembelajaran mesin yang dirancang untuk mendeteksi potensi ancaman. Meskipun perusahaan penyedia LLM seperti OpenAI telah memberlakukan berbagai pembatasan untuk mencegah penyalahgunaan alat mereka, penjahat tetap aktif mencari cara untuk mengotomatisasi pembuatan email phishing dan malware baru.

Alat yang dikenal sebagai WormGPT kini juga dipromosikan sebagai metode untuk menciptakan email phishing yang sangat meyakinkan dengan sedikit usaha manual. Ini menambah kompleksitas dan tantangan dalam menjaga keamanan siber dan melawan kejahatan dunia maya yang semakin berkembang.

Cak Imin menyimpulkan bahwa saat ini diperlukan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan pemangku kepentingan lainnya untuk mengatasi tantangan yang muncul akibat perkembangan AI. Harapannya adalah agar pemanfaatan teknologi dapat berjalan dengan tidak mengesampingkan nilai-nilai etika dan norma yang ada di masyarakat. Dengan demikian, keamanan dan privasi individu dapat terjaga di tengah kemajuan teknologi yang pesat.

Masyarakat juga diharapkan lebih proaktif dalam mengenali informasi yang beredar. Untuk itu, pendidikan tentang kewaspadaan terhadap teknologi dan dampaknya perlu ditingkatkan. Kesadaran ini penting agar masyarakat tidak terjebak dalam informasi yang dimanipulasi oleh AI, serta mampu menjaga identitas dan privasi mereka di dunia digital.

Nadia Permata adalah seorang penulis di situs berita octopus.co.id. Octopus adalah platform smart media yang menghadirkan berbagai informasi berita dengan gaya penyajian yang sederhana, akurat, cepat, dan terpercaya.

Berita Terkait

Back to top button