Arra Si Bocah Viral Kembali Dihujat, Diduga Hina Buruh Pabrik

Arra, bocah lima tahun yang telah menjadi viral di media sosial, sedang kembali menjadi sorotan publik. Video terbaru yang menampilkan Arra duduk di dalam mobil bersama orangtuanya menunjukkan pernyataan yang dianggap menghina fisik buruh pabrik, sehingga memicu kritik yang cukup luas.

Dalam rekaman tersebut, Arra terlihat meminta pelembab wajah kepada ibunya dan menyatakan, “Biar enggak kayak teteh-teteh bubaran pabrik.” Ucapan ini lantas dipertanyakan oleh ayahnya yang meminta penjelasan lanjutan. Arra menjelaskan bahwa ia tidak ingin kulitnya terlihat “hinyai” alias berminyak, yang disinggungnya sebagai kondisi wajah buruh pabrik.

Pernyataan Arra segera menuai kritik tajam dari masyarakat. Banyak netizen menganggap bahwa perkataan tersebut tidak pantas untuk diucapkan oleh anak seusianya dan lebih kepada cerminan dari pengaruh lingkungan sekitarnya. Salah satu pengguna media sosial mengungkapkan keprihatinannya dengan mengatakan, “Mba-mba bubaran pabrik kerjaannya lebih terhormat dan mulia ketimbang ortu lu yang doyan jualan anak dengan alibi konten keluarga tapi gak bisa bikin adab anaknya jadi bagus.”

Sebagian besar komentar yang muncul di media sosial menyoroti kurangnya arahan dan bimbingan dari orangtua Arra dalam mendidik anak. Beberapa warganet meminta agar keluarga ini tidak dilibatkan lagi dalam dunia entertainment, dengan alasan pendidikan dan perilaku Arra yang kurang baik. “Orangtuanya juga tidak meralat perkataan anaknya dengan bahasa anak lah minimal,” tulis pengguna lain.

Sebelum insiden ini, Arra sudah dikenal publik setelah video pertanyaannya seputar agama viral di media sosial. Dalam video tersebut, Arra mempertanyakan kepada seorang host mengapa ia tidak mengenakan hijab meskipun beragama Islam. Kontroversi ini juga menuai kritik, dengan banyak yang berpendapat bahwa pertanyaan tersebut tidak pantas untuk seorang anak kecil.

Kritik yang datang tidak hanya dari netizen biasa, tetapi juga dari kalangan profesional. Psikolog Lita Gading memberikan perhatian khusus terhadap masalah ini, menekankan pentingnya mengajarkan etika dan sikap baik sejak usia dini. “Attitude harus diajarkan sejak dini, walaupun barangkali itu terlepas diajari atau tidak oleh orang tuanya,” ujarnya. Menurutnya, anak-anak cenderung meniru apa yang mereka lihat dan dengar dari orang-orang di sekitar mereka, sehingga bimbingan yang tepat dari orang tua sangatlah krusial.

Gading juga menyatakan, “Karena anak kecil itu sifatnya mirroring, itu ‘diajarkan’ secara tidak langsung terhadap dia yang melihat.” Ia mengimbau agar orang tua lebih memperhatikan dan memantau tindak-tanduk anak-anak mereka sehingga tidak kebablasan dalam bersikap, terutama dalam konteks sensitif seperti ini.

Sebagai respons atas kontroversi yang melanda, beberapa praktisi pendidikan anak dan psikolog menyarankan agar orang tua lebih proaktif dalam memberikan pengertian yang baik tentang nilai-nilai sosial dan empati terhadap orang lain. Mereka menekankan bahwa penting untuk mengenalkan anak-anak pada realitas kehidupan yang lebih luas, termasuk menghargai pekerjaan keras para pekerja di pabrik.

Dalam konteks yang lebih besar, insiden ini membuka pembicaraan mengenai pengaruh media sosial terhadap anak-anak dan bagaimana konten yang viral sering kali tidak memiliki kontrol yang memadai dari orang tuanya. Hal ini menimbulkan pertanyaan lanjut tentang etika dalam menghasilkan konten untuk publikasi dan pendidikan anak usia dini yang sering diabaikan dalam kesibukan menghasilkan suka dan tayangan.

Exit mobile version