Yogyakarta, Octopus – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi sorotan setelah terjadinya beberapa kasus keracunan massal di berbagai daerah. Kasus terbaru terjadi di Tasikmalaya, di mana 24 siswa mengalami gejala keracunan, delapan di antaranya harus dirawat inap, dan satu siswa dirujuk ke rumah sakit. Sebelumnya, kasus serupa juga terjadi di Cianjur dan Bombana, Sulawesi Tenggara. Kejadian-kejadian ini menekankan pentingnya pengawasan ketat dalam sistem distribusi makanan berskala besar, terutama terkait penyimpanan dan kebersihan.
Ahli gizi dari RS Akademik Universitas Gadjah Mada, Leiyla Elvizahro, mengingatkan masyarakat untuk mampu mengenali tanda-tanda makanan yang basi atau tidak higienis. “Makanan seperti nasi, mi, dan lontong kaya karbohidrat sangat rentan basi jika disimpan terlalu lama di suhu ruang. Tanda-tandanya seperti bau asam, berlendir, atau muncul jamur,” ungkapnya.
Makanan berbahan daging, ikan, dan susu juga dinyatakan sebagai kelompok yang paling rentan terhadap kerusakan. Sayur dan buah yang busuk bisa dikenali dari bentuknya yang layu, lembek, atau berlendir, sementara kulit buah bisa mengkerut dengan jamur berwarna putih atau hijau.
Leiyla menegaskan pentingnya pemenuhan standar kebersihan dalam penyajian makanan massal seperti di program MBG. Menurutnya, beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain adalah penggunaan penutup makanan, penyimpanan di suhu yang tepat, serta kebersihan alat dan tenaga penyaji. “Jika makanan disimpan lebih dari empat jam tanpa penghangat atau pendingin, risiko pertumbuhan bakteri dapat meningkat drastis,” tambahnya.
Sebagai langkah pencegahan, edukasi masyarakat tentang ciri-ciri makanan basi dan pentingnya kebersihan sangatlah penting. “Literasi pangan sehat harus menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat agar tidak menjadi korban dari kelalaian pihak lain,” ujarnya.
Leiyla juga mengimbau pemerintah untuk lebih selektif dalam memilih vendor katering dalam program MBG, terutama untuk acara berskala besar. “Kondisi dapur dan alat masak yang digunakan harus menjadi perhatian. Jangan ragu untuk mempertanyakan kebersihan makanan, terutama jika untuk konsumsi bersama dalam jumlah besar,” tegasnya.
Berdasarkan data yang diperoleh, kasus keracunan makanan ini sering kali disebabkan oleh kurangnya perhatian terhadap aspek kebersihan dan sanitasi dalam penanganan makanan. Dalam program MBG, yang bertujuan memberikan makanan bergizi kepada masyarakat, perhatian terhadap perawatan dan penyimpanan makanan harus menjadi prioritas utama.
Agar program MBG dapat berjalan efektif dan aman, Dinas Kesehatan setempat juga diharapkan memperketat pengawasan di lapangan. Pemeriksaan rutin pada vendor katering dan pelaku usaha makanan harus dilakukan untuk memastikan bahwa semua standar kebersihan dipatuhi.
Pentingnya pengawasan ini juga sejalan dengan rencana pemerintah yang menargetkan 82,9 juta penerima Program MBG pada November 2025. Dengan jumlah yang begitu besar, pengawasan dan pemeliharaan kebersihan makanan harus dilakukan secara maksimal agar tidak terjadi insiden keracunan makanan di masa yang akan datang.
Dengan peningkatan kesadaran akan kebersihan dan kesehatan dalam penyajian makanan, diharapkan perkembangan program MBG akan memberikan manfaat yang maksimal bagi masyarakat tanpa mengabaikan aspek keselamatan pangan.