Militer Yaman mengutuk agresi mematikan yang dilancarkan oleh Amerika Serikat (AS) sebagai bentuk dukungan bagi Israel, dan berjanji akan melakukan balas dendam yang “menyakitkan.” Pernyataan ini disampaikan pada hari Minggu, satu hari setelah AS melaksanakan serangkaian serangan militer besar-besaran yang menargetkan Ibu Kota Sana’a dan beberapa provinsi lainnya seperti Sa’ada, Dhamar, Hajjah, dan al-Bayda.
Serangan udara yang diperintahkan oleh Presiden AS Donald Trump itu diketahui telah menewaskan setidaknya 31 orang, mayoritas di antaranya adalah perempuan dan anak-anak. Angka tersebut kemudian dikoreksi, di mana Kementerian Kesehatan dari pemerintah Ansar Allah (Houthi) melaporkan bahwa jumlah korban tewas akibat serangan tersebut telah meningkat menjadi 53, termasuk lima anak dan dua perempuan. Selain itu, hampir 100 orang lainnya dilaporkan mengalami luka-luka.
Dewan Politik Tertinggi Yaman menegaskan bahwa serangan yang menargetkan warga sipil ini menunjukkan kegagalan AS dalam menghadapi konfrontasi. Mereka mengklaim bahwa tindakan agresif tersebut justru akan mempertegas dukungan masyarakat Yaman terhadap Gaza dan tidak akan mengurangi semangat perlawanan mereka. Sebuah pernyataan resmi berbunyi, “Hukuman bagi para agresor yang melawan Yaman akan dilaksanakan secara profesional dan menyakitkan.”
Serangan oleh AS ini dipicu oleh keputusan Yaman untuk menargetkan kapal-kapal yang berhubungan dengan Israel yang melintasi Laut Merah dan Laut Arab. Hal ini dilakukan sebagai respons terhadap blokade yang diberlakukan oleh rezim Zionis terhadap Jalur Gaza. Pada malam Sabtu, serangan udara yang diluncurkan AS menghantam sejumlah daerah pemukiman di wilayah utara Sana’a.
Catatan awal menunjukkan bahwa sebanyak 47 serangan udara dilancarkan oleh militer AS di tujuh provinsi, yang termasuk pusat pemerintahan Yaman, Sana’a. Salah satu lokasi yang menjadi sasaran adalah fasilitas yang dikelola oleh kelompok Houthi di kawasan Al-Jraf, yang dilaporkan hancur total akibat serangan tersebut. Tiga rudal menghantam fasilitas Houthi yang dekat dengan gedung stasiun TV negara di Sana’a, menyebabkan kerusakan yang signifikan.
Presiden AS Trump dalam pernyataannya menyatakan bahwa tindakan militer ini adalah upaya untuk “melaksanakan tindakan militer yang tegas dan kuat terhadap teroris Houthi di Yaman.” Ia menegaskan bahwa serangan udara tersebut ditujukan untuk menghancurkan “pangkalan teroris, pemimpin mereka, dan pertahanan rudal mereka,” demi kepentingan AS dan untuk memulihkan kebebasan navigasi di wilayah tersebut.
Tanggapan akan serangan ini menunjukkan ketegangan yang terus meningkat di kawasan, terutama terkait konflik antara Yaman dan Israel. Masyarakat Yaman merasakan dampak langsung dari akresi konflik ini, dengan sejumlah besar warga sipil yang menjadi korban dari serangan militer yang mengklaim sebagai upaya untuk memerangi terorisme. Dalam konteks ini, Yaman berdiri dengan sikap tegas bahwa mereka akan membalas serangan yang dinilai sebagai agresi terhadap kedaulatan mereka.
Kondisi di Yaman semakin rumit akibat meningkatnya serangan dari luar, sementara situasi kemanusiaan dalam negeri juga berada di titik kritis. Korban sipil yang berjatuhan menyebabkan protes yang semakin meluas terhadap intervensi asing. Militer Yaman dan para pemimpin setempat kini berada dalam dilema antara mempertahankan kedaulatan mereka dan dampak jangka panjang bagi masyarakat yang terperangkap dalam konflik.
Dengan situasi yang terus memanas, masyarakat internasional diajak untuk memperhatikan dan merenungkan dampak dari konflik ini, baik bagi rakyat Yaman maupun stabilitas kawasan secara keseluruhan. Balas dendam yang dijanjikan oleh Yaman akan menjadi bagian dari narasi yang lebih besar terkait isu perdamaian dan keadilan di Timur Tengah.