
Jakarta, Octopus – Dalam langkah revolusioner yang berpotensi mengguncang industri smartphone, empat raksasa teknologi asal China — Xiaomi, Oppo, Vivo, dan OnePlus — tengah mengembangkan sistem operasi Android versi mereka sendiri tanpa ketergantungan pada layanan Google. Langkah ini merupakan upaya signifikan untuk mengurangi dominasi Google di pasar smartphone, sekaligus menciptakan ekosistem digital yang lebih mandiri dan terintegrasi.
Selama bertahun-tahun, Android telah menjadi sistem operasi dominan secara global, dengan Google sebagai penyedia utama layanan dan aplikasinya. Ketergantungan ini tidak hanya menimbulkan tantangan bagi produsen smartphone non-Google, tetapi juga berpotensi membatasi inovasi serta fleksibilitas dalam menyesuaikan perangkat mereka. Sejumlah kendala yang dihadapi mencakup kontrol terhadap data pengguna, pembaruan perangkat lunak, dan monetisasi aplikasi.
Xiaomi, sebagai pelopor dalam inisiatif ini, telah meluncurkan HyperOS, yang dirancang untuk menggantikan MIUI. HyperOS hadir dengan integrasi mendalam ke dalam ekosistem Xiaomi, termasuk perangkat IoT dan kendaraan pintar. Peluncuran HyperOS secara global pada Mobile World Congress (MWC) 2024 menjadi langkah penting dalam mengurangi ketergantungan pada layanan Google, sembari menawarkan pengalaman pengguna yang lebih terintegrasi.
Sementara itu, Oppo dan OnePlus telah menunjukkan kolaborasi strategis untuk mengembangkan smartphone berbasis kecerdasan buatan (AI). Meski bekerja sama dengan Google pada aspek tertentu, kedua perusahaan tetap berupaya membangun ekosistem mereka sendiri untuk mengurangi ketergantungan pada layanan eksternal. Integrasi teknologi AI dalam produk-produk mereka menjadi salah satu fokus penting, dengan harapan dapat merespons kebutuhan konsumen secara lebih efektif.
Vivo juga tidak ingin ketinggalan dalam tren ini dengan memperkenalkan Funtouch OS, yang bertujuan untuk memberikan pengalaman pengguna yang lebih cepat dan responsif. Vivo berhasil menjadi yang pertama merilis Android 15 melalui Funtouch OS, mengalahkan berbagai kompetitor seperti Google dan Samsung dalam hal kecepatan pembaruan. Hal ini menegaskan kemampuan Vivo dalam mengelola pembaruan perangkat lunak secara mandiri.
Untuk mendukung upaya ini, Xiaomi, Oppo, Vivo, dan Huawei telah sepakat untuk membentuk Global Developer Service Alliance (GDSA). Merupakan platform yang memungkinkan pengembang untuk mendistribusikan aplikasi mereka ke berbagai perangkat tanpa melalui Google Play Store, GDSA bertujuan menciptakan ekosistem aplikasi yang lebih terbuka. Dengan memberi insentif bagi pengembang seperti dukungan distribusi, promosi, dan monetisasi, aliansi ini berupaya mengurangi ketergantungan pada Google.
Berikut adalah beberapa poin kunci terkait inisiatif ini:
Pengembangan Sistem Operasi Mandiri: Xiaomi, Oppo, Vivo, dan OnePlus berusaha menciptakan sistem operasi Android mereka tanpa bergantung pada Google.
Peluncuran HyperOS oleh Xiaomi: HyperOS hadir dengan fitur integrasi ke dalam ekosistem Xiaomi, termasuk perangkat IoT.
Kolaborasi Oppo dan OnePlus: Fokus pada pengembangan smartphone berbasis AI meski tetap berupaya menciptakan ekosistem sendiri.
Funtouch OS oleh Vivo: Mempercepat pembaruan perangkat lunak, menunjukkan komitmen terhadap pengurangan ketergantungan pada Google.
- Pembentukan GDSA: Aliansi pengembang yang mendukung distribusi aplikasi lebih terbuka, memberi insentif untuk aplikasi tanpa melalui Google Play Store.
Dengan langkah strategis ini, para produsen smartphone asal China berusaha mengguncang industri dengan menciptakan solusi yang lebih mandiri. Langkah tersebut tidak hanya menunjukkan keteguhan mereka untuk bersaing dengan Google, tetapi juga menandai era baru dalam pengembangan teknologi smartphone. Inisiatif ini menarik perhatian pasar global dan menjadi indikator arah masa depan industri teknologi.