
Seorang pria warga negara Indonesia (WNI) berusia 23 tahun menghadapi sidang di pengadilan Singapura setelah didakwa melakukan tindakan pelecehan seksual dengan memamerkan alat kelaminnya kepada seorang pramugari saat penerbangan. Insiden tersebut terjadi dalam penerbangan menuju Singapura, dan polisi Singapura menerima laporan mengenai kejadian itu pada 23 Januari 2025.
Pria tersebut didakwa di bawah Pasal 377BF Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tahun 1871 dan Pasal 3(1) Undang-Undang Konvensi Tokyo 1971. Berdasarkan undang-undang tersebut, pelanggaran yang dilakukannya dapat diancam dengan hukuman penjara hingga satu tahun, denda, atau kedua-duanya.
Menurut penyelidikan yang dilakukan oleh pihak kepolisian, pria itu diduga membuka risleting celananya dan memperlihatkan organ vitalnya sambil duduk di kursinya. Saat seorang pramugari mendekat untuk menyajikan makanan, tersangka tersebut diduga membuka selimut yang digunakan untuk menutupi dirinya dan menunjukkan alat kelaminnya. Setelah kejadian itu, pramugari tersebut segera melaporkan insiden kepada atasannya.
Ketika pesawat mendarat di Bandara Changi, pria tersebut ditangkap oleh petugas Divisi Kepolisian Bandara. Mereka juga menyita ponsel milik tersangka untuk keperluan penyelidikan lebih lanjut. Kepolisian Singapura menegaskan komitmennya untuk menindak tegas tindakan pelecehan seksual, terutama yang menyebabkan ketidaknyamanan dan trauma kepada orang lain di ruang publik.
Dalam konteks hukum, tindakan pamer alat kelamin ini tergolong dalam kategori eksibisionisme, yaitu perilaku yang melibatkan seseorang menunjukkan alat kelaminnya kepada orang lain tanpa persetujuan. Tindakan ini tak cuma melanggar norma sosial tetapi juga secara jelas menciptakan ketidaknyamanan bagi orang di sekitarnya. Di dunia psikologi, eksibisionisme dikategorikan sebagai gangguan parafilia yang dapat berakar dari berbagai faktor seperti gangguan kepribadian atau pengalaman telah menjadi korban pelecehan.
Kepolisian Singapura menekankan bahwa para pelaku kejahatan seksual akan dihadapkan pada proses hukum yang ketat. Dalam hal ini, semua pihak diharapkan dapat memberikan dampak positif dalam penanganan kasus-kasus pelecehan seks di transportasi publik, termasuk maskapai penerbangan.
Situasi ini juga menjadi pengingat bagi penumpang dan awak pesawat untuk tetap waspada dan melaporkan perilaku mencurigakan maupun bukan sosial yang bisa merugikan. Pihak maskapai penerbangan juga memiliki peran penting dalam menangani kasus-kasus semacam ini dengan cara memperkuat protokol keamanan dan pelatihan kepada staf, sehingga mereka mampu mengidentifikasi dan merespons dengan cepat tindakan yang tidak pantas.
Kasus ini menarik perhatian karena berhubungan dengan kebersihan dan keselamatan penerbangan, di mana setiap penumpang berhak mendapatkan layanan yang aman dan nyaman dalam perjalanan mereka. Sementara itu, pria WNI tersebut akan menjalani proses hukum di Singapura, dan hasil dari persidangan ini akan menentukan nasibnya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.