Whistleblower Ungkap Meta Diduga Dukung Pengembangan AI Militer China

Sejak awal tahun 2025, sorotan media tertuju pada klaim yang diungkap oleh Sarah Wynn-Williams, mantan eksekutif Meta Platforms, yang menuduh perusahaan tersebut membantu China dalam mengembangkan kemampuan kecerdasan buatan (AI) untuk kepentingan militer. Keterlibatan Wynn-Williams dalam urusan keamanan nasional Amerika Serikat (AS) ini menimbulkan banyak pertanyaan, terutama terkait dengan integritas dan tujuan perusahaan teknologi besar dalam skala global.

Wynn-Williams, yang menjabat sebagai direktur kebijakan publik global untuk Meta, mengungkapkan bahwa selama dia bekerja di perusahaan itu, Meta mulai memberikan pengarahan kepada Partai Komunis China mengenai teknologi baru yang relevan, termasuk AI. Dalam kesaksian yang direncanakan di depan Subkomite Kehakiman Senat tentang Kejahatan dan Kontraterorisme, ia menyatakan bahwa tujuan dari pengarahan ini adalah untuk memperkuat posisi China dalam perlombaan senjata AI, sekaligus mengabaikan kepentingan perusahaan-perusahaan Amerika. “Meta mulai memberi pengarahan kepada Partai Komunis China sejak awal 2015,” ungkapnya.

Salah satu pernyataan paling mencolok dari Wynn-Williams adalah adanya “garis lurus” antara pengarahan yang diberikan oleh Meta dan penggunaan kemampuan AI yang dimanfaatkan oleh China untuk memperkuat kekuatan militernya. Meskipun klaim ini memicu kontroversi, Wynn-Williams tidak memberikan rincian spesifik atau bukti pemanaian dari pengalaman pribadinya yang dapat mendukung pernyataan tersebut.

Reaksi dari pihak Meta pun tidak kalah menarik. Seorang juru bicara perusahaan, Andy Stone, menyatakan bahwa klaim yang dilontarkan Wynn-Williams tidak mencerminkan kenyataan dan dianggap penuh dengan informasi yang menyesatkan. Stone menekankan bahwa meskipun Meta menunjukkan minat untuk memasuki pasar China di masa lalu, saat ini, perusahaan tidak beroperasi di negara tersebut. Menurutnya, kendala sensor yang ketat di China menjadi salah satu faktor utama, mengingat Facebook dan layanan Meta lainnya masih diblokir di negara tersebut.

Namun, keterlibatan Meta dengan pengiklan asal China tidak bisa kita abaikan. Wynn-Williams mencatat bahwa Meta masih mendapatkan pendapatan dari perusahaan-perusahaan di China, meskipun platformnya tidak berfungsi di sana. Hal ini menunjukkan adanya hubungan ekonomi yang tetap terjalin, meskipun dalam konteks operasional media sosial yang terbatas.

Kisah Wynn-Williams semakin menarik perhatian, terutama setelah terbitnya memoirnya yang berjudul “Careless People” yang menjadi bestseller. Dalam buku ini, ia menceritakan pengalamannya di Meta dan juga mengungkapkan sejumlah praktik yang menurutnya merugikan keamanan nasional AS. Memoar ini berhasil menarik perhatian banyak anggota parlemen, termasuk Senator Josh Hawley, yang mengarahkan perhatian pada tuduhan Wynn-Williams dan berkolaborasi dengan rekan-rekannya untuk menyelidiki lebih lanjut apakah Meta memang benar menyediakan perangkat AI, termasuk perangkat lunak pengawasan, kepada pemerintah China.

Dalam konteks yang lebih luas, perdebatan mengenai peran perusahaan teknologi besar dalam hubungan internasional semakin mengemuka. Ketegangan antara AS dan China dalam berbagai bidang, termasuk teknologi, menjadi sorotan utama. Klaim Wynn-Williams menambah dimensi baru dalam diskusi mengenai etika bisnis dan tanggung jawab perusahaan dalam menjalankan operasi mereka di arena global.

Akankah kesaksian dari Wynn-Williams di hadapan Senat dapat mempengaruhi kebijakan perusahaan teknologi? Poin-poin yang diungkap dalam kesaksiannya bisa jadi berdampak signifikan dalam pengaturan regulasi dan pengawasan terhadap tindakan perusahaan-perusahaan besar. Sementara itu, netizen dan pengamat industri tidak bisa tidak bertanya-tanya tentang masa depan hubungan antara teknologi dan kebijakan luar negeri, serta potensi bahaya yang bisa timbul dari kerjasama yang tidak terawasi antara barat dan timur.

Berita Terkait

Back to top button