Kondisi bibir sumbing masih menjadi masalah kesehatan yang signifikan di antara anak-anak di Indonesia. Jika tidak ditangani dengan segera, dampaknya bisa menjadi serius, bahkan mengganggu tumbuh kembang mereka. Menurut pakar kesehatan, Mayor Jenderal TNI (Purn.) dr. Budiman, Sp.BP-RE(K)., MARS., MH, yang merupakan Chairman of South East Asia Medical Advisory Council of Smile Train, anak-anak yang tidak segera mendapatkan penanganan medis untuk bibir sumbing dapat mengalami berbagai masalah, mulai dari pertumbuhan fisik hingga kondisi psikologis.
Salah satu dampak paling mengkhawatirkan dari bibir sumbing adalah risiko stunting atau gagal tumbuh. Bayi dengan kondisi ini seringkali mengalami kesulitan menghisap dan menelan, yang berimbas pada ketidakmampuan mereka dalam menyerap nutrisi dengan baik. Hal ini tidak hanya berpotensi menyebabkan pertumbuhan fisik yang terhambat, tetapi juga mengganggu perkembangan mental dan emosional mereka. “Dia (bayi sumbing) tidak memiliki kemampuan untuk menghisap karena ada celah di langit-langit, dan bisa tersedak,” jelas dr. Budiman dalam acara yang diadakan oleh Smile Train di Cibubur, Jawa Barat.
Dari informasi yang diperoleh, proses penyembuhan untuk anak-anak dengan bibir sumbing memerlukan perhatian khusus. Gangguan pada perkembangan anak tidak hanya terbatas pada fisik. Kemampuan berbicara pun dapat terganggu jika kondisi sumbing tidak ditangani dengan tepat waktu. “Anak dengan kondisi sumbing tidak bisa bicara sesuai dengan anak normal pada umumnya. Kemampuan mengucapkan kata-kata pun kesulitan sehingga bisa menyebabkan gagal komunikasi,” tambah dr. Budiman.
Melihat pentingnya waktu dalam penanganan bibir sumbing, pertanyaan yang muncul adalah kapan sebaiknya anak yang mengalami kondisi ini dioperasi. Menurut dr. Budiman, usia ideal untuk melakukan operasi adalah minimal 3 bulan. Sebelum operasi dilakukan, bayi akan menjalani pemeriksaan terlebih dahulu. “Ada timing operasi yang sesuai dengan protokol keselamatan,” kata dr. Budiman. Untuk pembedahan rahang, sebaiknya dilakukan saat anak berusia 1,5 tahun, sedangkan untuk langkah-langkah lanjut seperti memperbaiki gusi dan hidung akan dilakukan saat anak mencapai usia 8 tahun.
Setelah operasi dilakukan, anak yang sebelumnya mengalami bibir sumbing tidak perlu menjalani terapi lanjutan jika operasi dilakukan dalam waktu yang tepat. Menurut Deasy Larasati, Country Manager & Program Director Smile Train Indonesia, “Jika dioperasi tepat waktu, tidak perlu melakukan terapi bicara lanjutan. Kalau telat, terapi ini harus dilakukan.”
Selain itu, penting bagi orangtua untuk memahami bahwa penanganan bibir sumbing tidak hanya membutuhkan keterlibatan medis, tetapi juga dukungan emosional dan pendidikan bagi anak. Mereka harus diberikan lingkungan yang positif untuk tumbuh dan berkembang, agar dapat menjadi bagian dari masyarakat yang lebih luas tanpa rasa minder atau stigma.
Penting untuk terus meningkatkan kesadaran mengenai kondisi bibir sumbing agar lebih banyak keluarga yang tidak ragu untuk mencari bantuan medis. Pengetahuan masyarakat tentang kapan dan bagaimana cara mengatasi kondisi ini sangat penting, dan dengan dukungan dari berbagai pihak, diharapkan dampak negatif dari bibir sumbing dapat diminimalkan. Selain mendapatkan penanganan medis tepat waktu, pendekatan pencegahan dan edukasi seputar nutrisi juga harus diperhatikan agar anak-anak yang terlahir dengan kondisi ini dapat tumbuh sehat dan optimal.