Wamen Komdigi: Kasus Dugaan Korupsi PDNS Diserahkan ke Hukum

Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat saat ini tengah mendalami kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait pengadaan barang dan jasa pada Pusat Data Nasional (PDNS) yang berada di bawah naungan Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemdigi). Kasus ini menjadi sorotan publik setelah terungkapnya dugaan pengkondisian pemenang kontrak antara pejabat Kemdigi dengan pihak swasta.

Wakil Menteri Kemdigi, Nezar Patria, menjelaskan bahwa pihaknya menyerahkan sepenuhnya proses hukum kepada pihak berwenang. “Kita serahkan ke proses hukum karena itu kan terkait dengan kasus PDNS, jadi itu follow-up-nya. Kita serahkan pada proses hukum,” ujarnya ketika ditemui di Kantor BP Jamsostek, Jakarta Selatan.

Kejaksaan telah mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Print-488/M.1.10/Fd.1/03/2025 pada tanggal 13 Maret 2025 untuk menyelidiki pengadaan senilai Rp 958 miliar tersebut. Sebuah laporan menyebutkan bahwa pada tahun 2020, pejabat Kemdigi bersama dengan PT AL, sebuah perusahaan swasta, terlibat dalam pengkondisian pemenang kontrak senilai Rp 60,3 miliar. Praktik ini diduga dilanjutkan pada tahun 2021, ketika PT AL kembali memenangkan kontrak bernilai Rp 102,6 miliar.

Pihak Kejaksaan juga mencatat bahwa pada tahun 2022, proses pengadaan barang tersebut terus berlanjut dengan menyusun persyaratan yang menguntungkan PT AL. Penunjukan pemenang diduga dilakukan dengan cara menghilangkan beberapa persyaratan kritis, sehingga kontrak dengan nilai yang lebih besar, yakni Rp 188,9 miliar, dapat diberikan kepada perusahaan tersebut.

Tidak berhenti di situ, PT AL berhasil menerima proyek pekerjaan komputasi awan (cloud) pada tahun 2023 senilai Rp 350,9 miliar dan tahun 2024 sebesar Rp 256,5 miliar. Ironisnya, perusahaan ini diduga melakukan kemitraan dengan pihak yang tidak memenuhi syarat kepatuhan ISO 22301 yang diperlukan.

Juni 2024 menjadi titik kritik ketika sebuah serangan ransomware terjadi, membuat sejumlah layanan PDNS tidak layak pakai dan mengekspos data diri penduduk Indonesia. Bani Immanuel Ginting, Kepala Seksi Intelijen Kejari Jakarta Pusat, mengungkapkan bahwa anggaran pengadaan PDNS yang hampir mencapai Rp 959,4 miliar tidak dikelola sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik.

“Kasus ini berpotensi merugikan negara hingga ratusan miliar,” tegas Bani, yang menambahkan bahwa penyidik telah menggeledah berbagai lokasi di Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Bogor, dan Tangerang Selatan, disertai dengan penyitaan dokumen, uang, mobil, tanah, serta barang elektronik yang menjadi barang bukti dalam kasus ini.

Kejaksaan juga mengingatkan masyarakat untuk tetap mengikuti perkembangan kasus ini, sambil menunggu penyidik mengungkap lebih banyak fakta yang tersimpan dalam pengungkapan korupsi ini. Sejumlah pihak juga diharapkan untuk memberikan keterangan yang meringankan atau memberatkan selama proses penyidikan berlangsung.

Dari penggeledahan yang dilakukan, sejumlah barang bukti telah berhasil disita, termasuk dokumen yang bisa menjelaskan lebih lanjut mengenai proses pengadaan yang dipertanyakan publik. Proses hukum ini tentu menarik perhatian, tidak hanya bagi masyarakat yang menuntut transparansi tetapi juga bagi mereka yang khawatir akan dampak dari pengelolaan data nasional yang tidak tepat.

Dengan langkah-langkah hukum yang telah diambil dan pernyataan tegas dari pihak Kemdigi untuk menghormati proses hukum, diharapkan penanganan kasus ini bisa memberikan kejelasan sekaligus efek jera bagi pelanggar hukum lainnya. Publik kini menanti hasil akhir dari penyidikan ini dan bagaimana Kemdigi akan bergerak ke depan setelah kasus ini terungkap.

Back to top button