Harga iPhone dan iPad diprediksi mengalami lonjakan signifikan sebagai dampak dari kebijakan tarif yang diterapkan oleh mantan Presiden AS, Donald Trump. Kebijakan ini mulai berlaku pada 4 Februari 2023, dengan tarif sebesar 10% untuk semua produk yang diimpor dari China, yang menjadi rumah bagi sebagian besar produksi elektronik.
Salah satu efek langsung dari kebijakan ini adalah peningkatan harga jual produk Apple di pasar internasional, termasuk Indonesia. Mengingat bahwa banyak komponen dan produk akhir iPhone dirakit di China, tarif yang diterapkan secara otomatis akan meningkatkan biaya produksi. Menurut analisis, potensi kenaikan ini bisa berdampak luas, mengingat Apple merupakan salah satu produsen smartphone terkemuka dunia.
Selain tarif 10% untuk produk dari China, Trump juga mengancam akan memberlakukan tarif impor sebesar 25% untuk barang dari Kanada dan Meksiko, meskipun masih dalam tahap negosiasi. Keputusan ini memicu kekhawatiran di kalangan pelaku industri teknologi, karena Apple dan banyak perusahaan besar lainnya memiliki jaringan pasok yang sangat bergantung pada produksi luar negeri.
Menanggapi situasi ini, para analis teknologi telah mulai mempertanyakan langkah-langkah yang akan diambil Tim Cook, CEO Apple. Pada tahun 2019, Cook berhasil menghindari tarif yang dikenakan pada produk Apple dari China dengan memberikan argumen yang meyakinkan kepada Donald Trump, salah satunya adalah kompetisi yang ketat dengan Samsung dari Korea Selatan.
Dikutip dari Business Insider, Apple sebelumnya berhasil melindungi produk seperti iPhone dan MacBook selama masa sulit tersebut. Namun, dengan kondisi saat ini yang semakin rumit, banyak yang meragukan kemampuan Cook untuk menghasilkan solusi baru. William Kerwin, analis dari Morningstar, berpendapat bahwa upaya Apple untuk menjajaki peluang manufaktur di AS mungkin menjadi bagian dari diskusi untuk pengecualian tarif.
Hal ini mengindikasikan bahwa Apple mungkin sedang mempertimbangkan untuk diversifikasi lokasinya dalam proses produksi untuk mengurangi ketergantungan terhadap pemasok di China. Namun, implikasi dari perpindahan atau pengalihan lokasi manufaktur tidak bisa dianggap sepele, baik dari segi biaya maupun waktu. Penelitian lanjutan dan investasi yang cukup besar akan dibutuhkan untuk memindahkan fasilitas produksi ke lokasi lain.
Di sisi lain, tidak hanya Apple yang terkena dampak. Intel dan Dell, yang juga mengimpor komponen dari luar negeri, berpotensi mengalami konsekuensi ekonomi yang sama. Dalam sebuah laporan dari Reuters, ada kekhawatiran bahwa biaya tambahan ini dapat mengalir kepada konsumen, yang artinya pelanggan siap-siap menghadapi harga yang lebih tinggi untuk produk-produk elektronik.
Peningkatan harga produk jadi juga dapat memiliki dampak yang lebih luas terhadap perekonomian. Kenaikan harga iPhone dan iPad dapat mengurangi daya beli konsumen dan menekan pasar smartphone yang sudah kompetitif. Saat ini, iPhone tidak hanya bersaing dengan ponsel pintar buatan Korea Selatan, tetapi juga dengan berbagai merek lokal yang menawarkan kualitas baik dengan harga lebih terjangkau.
Dalam situasi ini, penting bagi konsumen untuk mengikuti perkembangan kebijakan tarif dan produk elektronik yang mereka gunakan. Kenaikan harga di sektor teknologi kemungkinan akan menjadi isu yang terus diperhatikan, tidak hanya oleh konsumen tetapi juga oleh pelaku industri yang berusaha menavigasi insentif dan tantangan baru dalam menanggapi perubahan kebijakan perdagangan internasional. Apakah Cook dan Apple dapat menghindari dampak yang lebih besar atau bertahan di pasar yang terus berubah? Hanya waktu yang akan menjawab.