
Uni Eropa (UE) baru-baru ini menjatuhkan denda sebesar 530 juta euro, setara dengan Rp9,9 triliun, kepada TikTok. Denda ini dijatuhkan akibat pelanggaran serius terhadap aturan privasi data yang ada di Eropa. Menurut laporan yang dirilis pada Jumat, 2 Mei 2025, otoritas UE menegaskan bahwa pemindahan data pengguna TikTok ke China melanggar regulasi privasi yang ketat di wilayah tersebut.
Komisi Perlindungan Data Irlandia, yang bertanggung jawab mengawasi operasi TikTok di Eropa, menyatakan bahwa perusahaan tersebut tidak transparan dalam menginformasikan pengguna mengenai lokasi penyimpanan data pribadi mereka. TikTok diharuskan untuk mematuhi aturan yang berlaku dalam waktu enam bulan setelah sanksi tersebut dikeluarkan.
Graham Doyle, Wakil Komisaris Komisi Perlindungan Data Irlandia, menyatakan bahwa TikTok gagal memberikan jaminan yang cukup bahwa data pribadi pengguna yang diakses oleh staf di China mendapat perlindungan setara dengan yang dijamin di dalam UE. “Perusahaan harus memastikan bahwa data pribadi pengguna Eropa diberikan tingkat perlindungan yang sesuai dengan regulasi yang berlaku,” ungkapnya.
Sanksi ini merupakan hasil dari penyelidikan yang berlangsung selama empat tahun, di mana berbagai praktik privasi TikTok ditelaah. Penemuan ini menekankan pentingnya perlindungan data dan transparansi untuk aplikasi yang memiliki jutaan pengguna di seluruh dunia.
Dalam menanggapi denda tersebut, TikTok menyatakan ketidaksetujuannya dan berencana untuk mengajukan banding. Perusahaan yang dimiliki oleh ByteDance ini mengklaim bahwa keputusan denda difokuskan pada periode sebelum Mei 2023, sebelum mereka memulai proyek lokalisasi data yang dikenal sebagai Project Clover. Proyek ini melibatkan pembangunan tiga pusat data di Eropa, yang bertujuan untuk meningkatkan perlindungan data pengguna.
“Kami percaya bahwa Project Clover memiliki beberapa perlindungan data paling ketat di industri ini, termasuk pengawasan independen yang belum pernah terjadi sebelumnya,” ujar Christine Grahn, Kepala Kebijakan Publik dan Hubungan Pemerintah TikTok di Eropa. Ia menyatakan bahwa TikTok berkomitmen untuk memenuhi semua regulasi privasi yang berlaku di Eropa dan mengedepankan transparansi kepada pengguna.
Pelanggaran privasi ini menyoroti tantangan yang dihadapi oleh banyak perusahaan teknologi dalam memenuhi standar regulasi privasi yang semakin ketat di Eropa. Dengan meningkatnya kekhawatiran mengenai pengelolaan data dan privasi, otoritas di Eropa terus melakukan pengawasan yang lebih ketat terhadap perusahaan-perusahaan besar, terutama yang memiliki data sensitif dari pengguna.
Denda ini bukanlah yang pertama kalinya bagi perusahaan teknologi besar. Sebelumnya, beberapa perusahaan juga menghadapi sanksi serupa akibat pelanggaran kebijakan privasi. Namun, besarnya denda ini menunjukkan tingkat keparahan pelanggaran yang dilakukan TikTok dan bisa menjadi preseden bagi penegakan hukum di masa depan.
Pengguna TikTok di Eropa kini mungkin merasa lebih cemas mengenai keamanan data pribadi mereka. Dapat dipastikan bahwa ke depannya TikTok dan perusahaan teknologi lainnya perlu lebih berhati-hati dan transparan dalam pengelolaan data pengguna. Hal ini juga menandakan perluasan pengawasan legislasi privasi data dalam skala global, terutama bagi perusahaan-perusahaan yang beroperasi lintas batas negara.
Dengan meningkatnya perhatian terhadap isu privasi data, pelanggaran seperti yang dialami TikTok akan memberikan dampak jangka panjang tidak hanya terhadap perusahaan tersebut, tetapi juga terhadap seluruh industri teknologi. Regulasi yang ketat di Eropa dapat menjadi contoh bagi negara-negara lain dalam merumuskan kebijakan perlindungan data yang lebih baik, demi memastikan perlindungan yang lebih optimal untuk pengguna.