
Hanoi, Octopus – Vietnam sedang berupaya meyakinkan pemerintah Amerika Serikat, khususnya Presiden Donald Trump, untuk mengurangi tarif impor yang dikenakan terhadap barang-barang asal negeri Paman Sam. Pemimpin Vietnam, To Lam, mengungkapkan komitmennya untuk bekerja sama dengan AS dengan harapan tarif impor untuk produk AS dapat menjadi 0 persen.
Dalam sebuah pernyataan, To Lam juga mengusulkan agar tarif yang dikenakan AS pada barang impor dari Vietnam setara dengan tarif yang diterapkan pada barang-barang AS yang masuk ke Vietnam. Dia menekankan perlunya peningkatan ekspor produk-produk yang dibutuhkan Vietnam dan menciptakan kondisi yang lebih mendukung bagi investasi perusahaan-perusahaan AS di negara tersebut.
Sebagai bentuk perkuatan hubungan bilateral, To Lam menyampaikan undangan resmi kepada Presiden Trump dan Ibu Negara AS untuk mengunjungi Vietnam. Menariknya, undangan tersebut telah diterima oleh Trump, menunjukkan ketertarikan pihak AS untuk lebih mendalami hubungan dengan Vietnam.
Sebelumnya, pada tanggal 3 April 2025, Trump mengumumkan langkah untuk mengenakan tarif impor baru kepada lebih dari 180 negara mitra dagang. Sekitar separuh negara-negara ini akan dikenakan tarif sebesar 10 persen mulai tanggal 5 April. Negara-negara mitra utama akan menghadapi tarif yang lebih tinggi, yang dapat mencapai hingga 50 persen, mulai tanggal 9 April. Hal ini menjadi perhatian bagi Vietnam yang saat ini menghadapi tarif sebesar 46 persen di bawah kebijakan terbaru tersebut, menempatkannya dalam kategori negara dengan tarif tertinggi, sama seperti Tiongkok, Kamboja, Indonesia, dan Myanmar.
Menanggapi kebijakan tarif tersebut, juru bicara Kementerian Luar Negeri Vietnam, Pham Thu Hang, mengungkapkan kesedihannya. Ia menilai bahwa keputusan AS tersebut tidak sejalan dengan kenyataan kerjasama ekonomi dan perdagangan yang saling menguntungkan selama ini. “Keputusan ini tidak secara akurat mencerminkan semangat kemitraan strategis komprehensif untuk perdamaian, stabilitas, kerja sama, dan pembangunan. Jika dilaksanakan, keputusan ini akan berdampak negatif pada hubungan ekonomi dan perdagangan bilateral serta merugikan kepentingan rakyat dan bisnis kedua negara,” ungkapnya.
Vietnam memiliki sektor ekonomi yang cukup tangguh dan semakin diakui di panggung internasional. Indonesia, yang juga berpotensi menghadapi dampak negatif dari kebijakan serupa, memberikan gambaran betapa pentingnya kerja sama dan dialog dalam menghadapi dinamika perdagangan global. Dalam konteks ini, Vietnam melihat kesempatan untuk memperkuat posisi tawarnya dengan memberikan penawaran menarik kepada AS, terutama dalam memfasilitasi akses pasar yang lebih baik.
Dalam pengumuman yang lebih luas tentang tarif impor, beberapa negara seperti Indonesia juga menjadi sorotan, di mana tarif yang dikenakan mencapai 32 persen. Hal ini menunjukkan bahwa negara-negara di kawasan tersebut harus segera menyesuaikan strategi perdagangan dan kebijakan ekonomi mereka untuk bertahan dalam iklim perdagangan yang berubah dengan cepat.
Vietnam, dengan populasi yang besar dan strategi ekonomi yang berkembang pesat, menyadari pentingnya untuk tidak hanya bergantung pada pasar domestik, tetapi juga aktif mencari peluang di pasar internasional. Negara ini berfokus pada inovasi dan peningkatan daya saing, yang dapat menarik lebih banyak investasi asing, termasuk dari AS.
Dengan langkah proaktif ini, Vietnam berupaya membuka dialog dan meningkatkan hubungan dagang dengan AS. Kerja sama ini tidak hanya diharapkan dapat mengurangi tarif impor, tetapi juga memperkuat posisi Vietnam dalam rantai pasokan global yang terus berkembang. Di tengah ketidakpastian global dan kebijakan proteksionisme yang meningkat, Vietnam sepertinya sedang berada pada jalur yang tepat untuk melindungi dan memperkuat kepentingan ekonominya.