
Komisi Eropa telah mengajukan tuduhan serius terhadap dua perusahaan teknologi besar asal Amerika Serikat, Google dan Apple, yang dianggap telah melanggar aturan dalam Undang-Undang Pasar Digital Uni Eropa (Digital Markets Act/DMA). Tuduhan ini berpotensi memperburuk hubungan transatlantik, khususnya dengan pemerintah AS yang saat ini dipimpin oleh Donald Trump, yang sebelumnya telah menyatakan ketidakpuasan terhadap regulasi ketat yang diterapkan terhadap perusahaan-perusahaan teknologi America.
Menurut pernyataan resmi Komisi Eropa, dugaan pelanggaran ini mencakup berbagai aspek operasional kedua perusahaan tersebut. Misalnya, pihak Komisi mengklaim bahwa Google telah memprioritaskan hasil pencarian yang mengarah kepada layanannya sendiri dibandingkan dengan kompetitor lain, yang bertentangan dengan prinsip transparansi dan persaingan yang adil yang ditetapkan oleh DMA. Di samping itu, Google Play juga dituduh mencegah pengembang aplikasi untuk mengarahkan pengguna ke saluran alternatif yang mungkin menawarkan harga yang lebih baik.
Apple, di sisi lain, juga tidak luput dari sorotan. Komisi Eropa menegaskan bahwa perusahaan tersebut diwajibkan untuk membuka sistem operasinya agar kompatibel dengan perangkat dari pesaing, termasuk smartphone dan aksesori nirkabel. Langkah ini diharapkan dapat mendorong persaingan yang lebih sehat di pasar teknologi. Komisi juga mengeluarkan perintah yang menetapkan metodologi mengenai respons Apple terhadap permintaan dari pengembang aplikasi untuk akses ke sistem mereka.
Akibat dari pelanggaran ini, baik Google maupun Apple berisiko terkena denda yang cukup besar, yaitu hingga 10% dari pendapatan global mereka tahun lalu jika dinyatakan bersalah, dan bisa meningkat hingga 20% jika pelanggaran tersebut terulang. Dengan proyeksi pendapatan Apple yang mencapai US$391 miliar pada tahun 2024, denda yang mungkin ditargetkan kepada mereka bisa mencapai hampir US$80 miliar.
Menanggapi tuduhan ini, juru bicara Apple mengungkapkan keprihatinan bahwa regulasi tersebut akan membebani mereka dengan birokrasi yang berlebihan dan menghambat inovasi. Mereka menyatakan bahwa keputusan ini akan merugikan produk dan pengguna di Eropa, sementara perusahaan akan terus berusaha berkolaborasi dengan pihak Komisi Eropa untuk menyampaikan kekhawatiran mereka. Di sisi lain, Oliver Bethell, direktur senior persaingan di Google, menyebutkan bahwa keputusan ini akan membuat pencarian menjadi lebih sulit bagi pengguna dan mengurangi arus lalu lintas untuk bisnis-bisnis di Eropa.
Tindakan hukum terhadap Google dan Apple ini merupakan bagian dari upaya Uni Eropa untuk menegakkan regulasi yang lebih ketat terhadap perusahaan-perusahaan teknologi besar. Kepala persaingan Uni Eropa, Teresa Ribera, mengungkapkan bahwa tindakan ini adalah langkah untuk memberikan kepastian regulasi bagi kedua perusahaan tersebut serta para pengembang yang lebih kecil.
Dari sisi AS, ketegangan ini bisa memicu reaksi keras, terutama mengingat Trump dan pejabat lainnya yang sebelumnya pernah memberikan ancaman balasan dalam bentuk tarif terhadap perusahaan asing sebagai respons terhadap regulasi baru. Visi pemerintahan AS terkait pasar digital cenderung lebih longgar, sehingga langkah Uni Eropa ini berpotensi menimbulkan ketegangan diplomatik yang lebih mendalam antara dua pihak.
Dalam konteks yang lebih luas, Uni Eropa juga tengah menyelidiki Meta, perusahaan induk Facebook dan Instagram, terkait model bisnisnya yang melibatkan opsi berbayar untuk pengguna tanpa iklan. Regulator Eropa juga mempertimbangkan langkah-langkah untuk mengatur kecerdasan buatan, yang dipandang berpotensi berlebihan oleh beberapa kalangan di AS.
Dengan berbagai peraturan yang sedang dikeluarkan dan diselidiki di Eropa, serta respon dari perusahaan-perusahaan teknologi dan pemerintah AS, situasi ini menciptakan dinamika yang menarik di antara kebijakan regulasi di kedua belah pihak. Ini adalah langkah penting bagi Uni Eropa dalam mencoba mengatur industri teknologi global yang terus berkembang dan berpengaruh besar di pasar dunia.