Trump Pastikan Proses Divestasi TikTok Masih Berlanjut dan Aman

Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menegaskan bahwa proses divestasi TikTok masih terus berjalan, meskipun tenggat waktu untuk menyelesaikan kesepakatan tersebut semakin dekat. Dalam pernyataannya, Trump menyebutkan bahwa negosiasi yang melibatkan beberapa pihak berkepentingan di AS masih berlangsung. Kesepakatan ini bertujuan untuk memisahkan operasional TikTok dari perusahaan induknya, ByteDance, yang berbasis di China.

“Kami memiliki kesepakatan dengan beberapa orang yang sangat baik, beberapa perusahaan yang sangat kaya yang akan melakukan pekerjaan dengan baik, tetapi kami harus menunggu dan melihat apa yang akan terjadi dengan China,” ungkap Trump saat mengonfirmasi perkembangan ini. Pernyataan tersebut disampaikan mengikuti keputusan untuk memperpanjang batas waktu bagi ByteDance hingga 19 Juni 2025 untuk menyelesaikan penjualan aset TikTok di AS.

Jika tidak ada kesepakatan yang tercapai sebelum tenggat tersebut, aplikasi video pendek yang digunakan oleh sekitar 170 juta warga Amerika dapat menghadapi larangan total. Namun, rincian kesepakatan yang sedang dinegosiasikan diketahui akan menciptakan entitas baru yang beroperasi di AS dan berada di bawah kepemilikan mayoritas investor asal Amerika. Masyarakat dan pemangku kepentingan terus mengikuti perkembangan ini dengan penuh perhatian mengingat dampaknya terhadap penggunaan aplikasi yang sangat populer tersebut.

Namun, proses divestasi tersebut tidak lepas dari tantangan. Beberapa senator dari Partai Demokrat seperti Mark Warner dan Ed Markey mengemukakan keprihatinan terkait dasar hukum yang digunakan Trump untuk memperpanjang tenggat waktu. Keberatan ini menunjukkan adanya pembagian pandangan di kalangan politisi mengenai langkah-langkah yang diambil pemerintah untuk menyelesaikan isu sekitar TikTok.

Senator Tom Cotton, Ketua Komite Intelijen Senat, juga menekankan pentingnya pemisahan yang jelas antara investor AS dengan China. Dalam tanggapannya, Cotton memperingatkan calon investor untuk mempertimbangkan serius keputusan mereka terkait dengan keterlibatan perusahaan asal China dalam kesepakatan ini. “Bagi warga Amerika mana pun yang ingin berinvestasi dalam kesepakatan TikTok yang setengah-setengah, Kongres tidak akan pernah melindungi Anda dari berbisnis dengan China Komunis,” tegas Cotton, menunjukkan ketegasan sikap dalam hubungan AS-China yang semakin rumit.

Selain itu, sumber yang dekat dengan para investor di ByteDance menyebutkan bahwa diskusi mengenai kesepakatan divestasi masih berlangsung, namun penyelesaian tetap tergantung pada sengketa tarif yang tengah berlangsung antara AS dan China. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan perdagangan yang rumit antara kedua negara turut memengaruhi proses divestasi TikTok.

Sementara itu, berdasarkan undang-undang yang ada, TikTok diharuskan menghentikan operasinya di AS paling lambat 19 Januari 2025, kecuali jika ByteDance berhasil menyelesaikan proses divestasi. Meski begitu, pada bulan Januari lalu, Departemen Kehakiman AS menginformasikan kepada perusahaan teknologi besar seperti Apple dan Google bahwa mereka tidak akan menegakkan larangan tersebut, yang berarti TikTok tetap dapat diunduh oleh pengguna di AS.

Dalam konteks yang lebih luas, situasi berkepanjangan ini mencerminkan ketegangan yang lebih dalam antara Amerika Serikat dan China, terutama mengenai teknologi dan data. Beberapa pihak mengkhawatirkan bahwa larangan atau pembatasan terhadap aplikasi populer seperti TikTok dapat menciptakan ketidakpuasan di kalangan konsumen, yang telah terbiasa dengan platform tersebut sebagai sarana interaksi sosial dan hiburan.

Dengan adanya pernyataan dan langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah, masyarakat dan investor tetap berharap agar proses divestasi ini dapat diselesaikan secepat mungkin tanpa merugikan pengguna dan para pemangku kepentingan lainnya. Sebagai aplikasi yang telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari banyak orang, masa depan TikTok di AS sekarang lebih tergantung pada hasil kesepakatan yang masih dalam tahap negosiasi.

Berita Terkait

Back to top button