Trump Kirim ‘Kekuatan Mematikan’ ke Yaman, Houthi Terancam?

Kampanye militer yang diperintahkan oleh Presiden Donald Trump terhadap kelompok Houthi di Yaman kini memasuki fase intensif, dengan serangan-serangan terfokus yang diluncurkan di ibu kota Sanaa dan provinsi utara Saada. Dalam pengumuman resmi, Trump menegaskan akan menggunakan “kekuatan mematikan” untuk menghancurkan milisi yang mendapatkan dukungan dari Iran ini. Rangkaian serangan udara yang dilaksanakan AS membuat banyak pengamat dan analis mempertanyakan masa depan kelompok Houthi, apalagi setelah keberhasilan bertahannya mereka dalam konflik yang telah berlangsung lebih dari delapan tahun.

Sejak dimulainya kampanye baru ini, serangan terlihat paling intensif pada malam hari, dengan target utama adalah basis-basis militer dan tempat tinggal para pemimpin Houthi. Meskipun kelompok tersebut mengklaim bahwa serangan AS telah menewaskan warga sipil dan menghancurkan infrastruktur, terutama di distrik Maeen di Sanaa, mereka tetap bungkam mengenai kerugian signifikan yang dialami di pihak mereka. “Upaya untuk mempertahankan moral pendukung sangat penting, terutama dalam situasi yang tertekan seperti ini,” ungkap seorang analis Yaman yang meminta anonimitas.

Eskalasi konflik ini mencuat setelah upaya gencatan senjata antara Hamas dan Israel gagal, membuat situasi semakin rumit di kawasan tersebut. Dalam situasi ini, Houthi melanjutkan peluncuran serangan rudal ke Israel sebagai bentuk retaliatif terhadap konflik yang lebih besar, namun semuanya dikatakan berhasil dipatahkan oleh pertahanan udara Israel.

Setidaknya, lebih dari 100 serangan udara telah diluncurkan terhadap posisi Houthi di berbagai lokasi strategis seperti Sanaa, Saada, Marib, dan Al-Hodeidah. Analis memperkirakan bahwa target-target tersebut termasuk fasilitas penyimpanan rudal dan pesawat nirawak yang menjadi andalan militer Houthi. “AS tampaknya berfokus untuk memutuskan kemampuan militer Houthi dan mempertahankan jalur navigasi di Laut Merah,” tambah seorang sumber resmi dari militer AS.

Sebagai respon terhadap serangan AS, Houthi juga meningkatkan agresi dengan menembakkan rudal balistik dan menyerang kapal-kapal AS, termasuk kapal induk USS Harry S. Truman. Meskipun demikian, militer AS belum memberikan komentar resmi mengenai klaim serangan tersebut.

Masyarakat Yaman dan para pejabat setempat khawatir akan potensi dampak dari konflik yang berlangsung semakin intensif. Mereka mengingat kembali serangan-serangan yang dilakukan Israel terhadap infrastruktur di Yaman, termasuk bandara dan pelabuhan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup warga sipil. “Sejarah menunjukkan bahwa serangan balasan Israel bisa menyebabkan lebih banyak kerugian di pihak sipil,” ungkap seorang pegiat HAM yang memantau situasi di wilayah tersebut.

Dalam konteks lebih luas, muncul pertanyaan mengenai keberlanjutan dominasi Houthi dalam konflik Yaman saat laporan mengenai kerugian yang dialami mulai mengemuka. Banyak analis meyakini bahwa selama AS terus meluncurkan serangan dengan pendekatan yang sama seperti pada pemerintahan sebelumnya, perspektif jangka panjang bagi Houthi akan semakin terancam. Pemerintahan Biden sendiri sebelumnya telah melakukan sekitar 1.000 serangan udara melawan kelompok ini pada awal tahun 2024.

Dengan beragam elemen konflik yang saling berhubungan, situasi di Yaman bukan hanya mencerminkan pertarungan untuk dominasi militer, tetapi juga sebuah pertarungan untuk pengaruh politik dan kontrol atas sumber daya dalam konteks geopolitik yang lebih besar. Ketegangan terus berlanjut dan sejumlah pakar menyatakan bahwa tanpa upaya diplomasi yang kongkret, potensi untuk mencapai perdamaian jangka panjang masih tampak samar. Seiring dengan itu, observasi dan analisis terhadap dampak serangan ini terus berlanjut, menarik perhatian global terhadap nasib rakyat dan stabilitas kawasan.

Berita Terkait

Back to top button