
TikTok kembali mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) massal yang berdampak pada pegawai di seluruh dunia. PHK ini melibatkan sejumlah staf di unit kepercayaan dan keamanan, yang berperan penting dalam moderasi konten di platform video pendek tersebut. Informasi mengenai hal ini diperoleh dari laporan Reuters yang mengutip beberapa sumber internal perusahaan pada hari Kamis, 21 Februari 2025.
Adam Presser, kepala operasi TikTok yang juga memimpin unit kepercayaan dan keamanan, dilaporkan mengirimkan memo kepada staf untuk memberitahukan perubahan signifikan ini. Pengurangan staf mulai dilakukan di berbagai wilayah, termasuk Asia, Eropa, Timur Tengah, dan Afrika. Hingga saat ini, pihak TikTok belum memberikan komentar resmi terkait keputusan ini.
Restrukturisasi ini terjadi di tengah situasi yang tidak menentu mengenai masa depan TikTok. Aplikasi yang memiliki hampir setengah populasi Amerika Serikat sebagai penggunanya itu menghadapi ancaman untuk berhenti beroperasi. Ancaman tersebut muncul setelah diberlakukannya undang-undang pada 19 Januari yang mengharuskan pemilik TikTok, ByteDance dari China, untuk menjual aplikasi tersebut atau menghadapi larangan beroperasi di AS akibat masalah keamanan nasional.
Sebelumnya, pada Januari tahun lalu, CEO TikTok, Shou Chew, memberikan kesaksian di hadapan Kongres AS, di mana ia bersama beberapa pemimpin perusahaan teknologi besar lainnya seperti Mark Zuckerberg dari Meta dituduh gagal melindungi anak-anak dari ancaman pelecehan seksual di platform mereka. Dalam kesempatan itu, Chew berjanji bahwa TikTok akan menginvestasikan lebih dari US$2 miliar untuk meningkatkan upaya dalam menjaga kepercayaan dan keamanan di platformnya.
Dalam konteks ini, PHK massal bukanlah satu-satunya langkah yang diambil TikTok dalam beberapa waktu terakhir. Pada bulan Oktober sebelumnya, perusahaan tersebut juga melakukan pemutusan hubungan kerja yang berlaku untuk ratusan karyawan di seluruh dunia. Fokus utama dari langkah tersebut adalah pengalihan perhatian menuju penggunaan kecerdasan buatan (AI) dalam moderasi konten, yang dipandang sebagai cara untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam mengelola konten yang beredar di platform.
Meskipun TikTok menyatakan bahwa mereka memiliki lebih dari 40.000 profesional yang bekerja di bidang kepercayaan dan keamanan secara global, hingga saat ini, belum ada informasi yang jelas mengenai berapa banyak staf yang terkena dampak dari PHK terbaru ini. Ketidakpastian ini menciptakan ketidakstabilan di kalangan karyawan yang tersisa, di mana mereka tidak hanya harus menghadapi beban kerja yang berpotensi meningkat, tetapi juga kecemasan tentang keamanan pekerjaan mereka di tengah perubahan yang sedang berlangsung.
Menyusul serangkaian perubahan ini, banyak pihak mulai mempertanyakan strategi jangka panjang TikTok dalam mempertahankan keberadaan mereka di pasar yang terus berubah. Para analis menganggap bahwa langkah-langkah yang diambil TikTok tersebut mencerminkan upaya untuk merespons tekanan regulasi dan opini publik yang kian meningkat mengenai keamanan data dan moderasi konten.
Dengan situasi yang terus berkembang ini, TikTok sepertinya harus menghadapi tantangan yang lebih besar dari sekadar mempertahankan jumlah pegawai. Masalah keamanan nasional dan pengawasan ketat dari pemerintah menjadi faktor yang sangat mempengaruhi operasional mereka di seluruh dunia. Ke depan, TikTok diharapkan dapat menunjukkan komitmen yang lebih besar terhadap isu-isu ini agar bisa kembali mendapatkan kepercayaan dari penggunanya dan meraih stabilitas di pasar global.