
Washington DC, Octopus – TikTok semakin mengukuhkan posisinya tidak hanya sebagai platform sosial media, tetapi juga sebagai alat barter politik di kancah internasional. Pernyataan ini mengemuka seiring dengan perkembangan terbaru tentang rencana akuisisi platform video pendek tersebut oleh perusahaan AS yang tampaknya terhalang oleh kebijakan tarif tinggi terhadap China.
Di tengah ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan China, Presiden Donald Trump merombak strategi untuk mengatasi keberadaan TikTok, yang saat ini dimiliki oleh ByteDance Technology. Kabar terbaru dari The Verge mengungkapkan bahwa keputusan pemerintah AS untuk memberlakukan tarif tinggi terhadap China telah menghancurkan rencana konsorsium yang dipimpin Oracle untuk mengambil alih TikTok. Rencana tersebut melibatkan pemberian lisensi atas algoritma, pengendalian pengumpulan data, serta pembaruan perangkat lunak, sambil memungkinkan ByteDance mempertahankan saham minoritas.
Menurut laporan tersebut, Gedung Putih saat ini hanya mempertimbangkan tawaran dari Oracle, namun kebijakan tarif tinggi mengakibatkan pemangku kepentingan di China menarik dukungan atas kesepakatan ini. “Tarif sebesar 34 persen yang dikenakan pada impor AS dari China telah menghancurkan semua upaya yang beritikad baik untuk menegosiasikan kesepakatan untuk membeli TikTok,” ungkap Alex Heath dari The Verge. Hal ini menunjukkan bahwa ketegangan perdagangan dapat berimplikasi pada kesepakatan bisnis strategis.
Perwakilan dari ByteDance Technology bahkan telah menghubungi Gedung Putih, menegaskan bahwa China tidak akan menyetujui kesepakatan apapun sebelum ada negosiasi mengenai tarif yang berlaku. Ini menimbulkan pertanyaan apakah Trump berencana menggunakan kebijakan tarif sebagai alat tawar-menawar untuk memuluskan akuisisi TikTok dengan imbalan penurunan tarif. Taktik negosiasi yang melibatkan penggunaan leverage politik ini menciptakan dinamika baru dalam hubungan antara dua negara besar.
Pada akhir pekan lalu, Trump mengumumkan melalui platform media sosialnya, Truth Social, bahwa batas waktu untuk menarik TikTok dari China atau melarangnya beredar di AS diperpanjang selama 75 hari. Namun, langkah ini tidak luput dari kritik. Seorang anggota Komite Intelijen Senat AS menyatakan bahwa perpanjangan tersebut mungkin melanggar hukum. Meski demikian, Trump berusaha meyakinkan publik bahwa waktu tambahan diperlukan untuk menyelesaikan kesepakatan yang kompleks ini, merujuk pada kemajuan yang telah dicapai.
Secara keseluruhan, situasi ini mencerminkan bagaimana platform digital seperti TikTok sekarang berperan lebih dari sekadar media sosial. Dalam konteks geopolitik, TikTok menjadi simbol pertempuran antara kekuatan ekonomi, di mana kesepakatan dan kebijakan satu negara dapat mempengaruhi jalan bisnis yang diambil oleh perusahaan teknologi di negara lain. Ketidakpastian mengenai masa depan TikTok juga mengkarakterisasi iklim politik yang tidak stabil saat ini, di mana alat-alat diplomasi dan perdagangan saling terkait.
Kepentingan politik dalam akuisisi TikTok juga mengajak kita untuk merenungkan bagaimana kebijakan dan teknologi saling memengaruhi. Kesepakatan semacam ini bukan hanya tentang uang atau inovasi teknologi; tetapi juga tentang bagaimana negara-negara berinteraksi satu sama lain melalui aspek-aspek ekonomi yang lebih luas. TikTok, dalam konteks ini, menjadi lebih dari sekedar platform hiburan. Ia telah menjelma menjadi alat resolusi masalah yang lebih besar dalam skala global, memberikan wawasan baru tentang cara teknologi bisa menjadi pusat perdebatan politik dan ekonomi di era modern.