
Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menegaskan bahwa pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) kepada pekerja harus dilakukan secara penuh tanpa skema pembayaran cicilan. Hal ini disampaikan dalam konferensi pers di Jakarta pada Selasa, 11 Maret 2025. Menurut Yassierli, perusahaan diharapkan tidak hanya mematuhi ketentuan yang ada, tetapi juga memberikan THR yang lebih baik dibandingkan ketentuan yang telah ditetapkan.
“THR harus dibayar penuh, tidak boleh dicicil, dan saya minta sekali lagi agar perusahaan memberikan perhatian terhadap ketentuan ini. Perusahaan dimungkinkan memberikan THR kepada pekerja atau buruh, tentu lebih baik dari peraturan perundang-undangan,” ujarnya. Pernyataan ini menggarisbawahi pentingnya pemenuhan hak pekerja menjelang perayaan hari besar keagamaan.
Mekanisme pemberian THR diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Selanjutnya, pelaksanaan lebih rinci diatur melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan. Sesuai dengan regulasi tersebut, pekerja atau buruh yang berhak menerima THR adalah mereka yang memiliki masa kerja minimal satu bulan secara terus-menerus.
Adapun pembagian THR diatur berdasarkan masa kerja, di mana pekerja yang telah bekerja selama 12 bulan secara terus menerus berhak mendapatkan THR sebesar satu bulan upah penuh. Untuk pekerja yang masa kerjanya kurang dari 12 bulan tetapi lebih dari satu bulan, akan diberikan THR secara proporsional. “Bagi pekerja atau buruh yang telah memiliki masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih, diberikan THR sebesar 1 bulan upah,” tambah Yassierli.
Dalam upaya memastikan pemenuhan hak ini, Kementerian Ketenagakerjaan telah menerbitkan Surat Edaran Nomor M/2/HK.04.00/III/2025 terkait pelaksanaan pemberian THR tahun 2025. Surat edaran ini ditujukan kepada gubernur di seluruh provinsi di Indonesia agar meneruskan kepada bupati dan wali kota di wilayah masing-masing.
Yassierli menjelaskan bahwa kementeriannya telah membentuk posko THR 2025 di kantor Kementerian Ketenagakerjaan sebagai upaya untuk memberikan pelayanan dan konsultasi serta penegakan hukum terkait pemberian THR. “Saya juga minta di masing-masing wilayah provinsi dan kabupaten atau kota untuk juga membentuk posko THR,” tegasnya. Langkah ini diharapkan dapat menjamin terpenuhinya hak-hak pekerja menjelang hari raya.
Melalui kebijakan ini, Kementerian Ketenagakerjaan berupaya menjaga kesejahteraan pekerja serta memberikan kepastian hukum bagi mereka dalam mendapatkan THR. Hal ini menjadi sangat penting mengingat saat menjelang hari raya, THR memiliki peran signifikan dalam mendukung daya beli masyarakat.
Dalam melaksanakan ketentuan ini, perusahaan yang tidak mematuhi regulasi mengenai THR berisiko menghadapi sanksi hukum. Oleh karena itu, perusahaan diimbau untuk tetap proaktif dalam memenuhi kewajiban ini untuk menjaga hubungan yang harmonis dengan karyawan mereka.
Dengan adanya pengaturan yang lebih tegas tentang pembayaran THR, diharapkan hak-hak pekerja akan lebih terjamin serta dapat mengurangi potensi sengketa di kemudian hari. Hal ini juga berdampak positif bagi stabilitas sosial dan ekonomi, terutama dalam konteks perayaan hari keagamaan yang sangat penting bagi masyarakat Indonesia.
Dalam implementasi, Kementerian Ketenagakerjaan berkomitmen untuk melakukan pengawasan agar ketentuan tentang THR ini dapat dilaksanakan secara efektif di seluruh Indonesia. Pekerja diharapkan dapat memanfaatkan tunjangan ini sebaik mungkin untuk memenuhi kebutuhan mereka saat menyambut hari raya.