
Mantan Perdana Menteri Thailand Thaksin Shinawatra baru-baru ini ditunjuk sebagai salah satu anggota Dewan Penasihat Dana Anagata Nusantara (Danantara). Pengumuman ini disampaikan oleh CEO Danantara, Rosan Perkasa Roeslani pada Senin, 24 Maret 2025, di Jakarta. Penunjukan ini langsung menuai respon beragam dari masyarakat, terutama warganet, yang meragukan keputusan tersebut.
Di media sosial, beberapa warganet mempertanyakan kebijakan ini dengan mempertimbangkan latar belakang Thaksin sebagai mantan narapidana. Salah satu komentar dari seorang pengguna X menyatakan, “Thaksin Shinawatra? Eks Napikor dijadiin penasihat? Are you high @Prabowo?” Komentar tersebut mencerminkan kekecewaan dan skeptisisme terhadap kemampuan Thaksin sebagai penasihat, mengingat reputasi dan pengalamannya.
Tanggapan negatif juga muncul dari warganet lain yang menyebut Thaksin sebagai “eks koruptor.” Mereka mengekspresikan keheranan bagaimana seseorang dengan latar belakang seperti Thaksin dapat diberikan posisi penting di Danantara. Keresahan publik ini muncul bukan tanpa alasan, mengingat sejarah kelam Thaksin saat menjabat sebagai Perdana Menteri Thailand.
Thaksin dipandang kontroversial karena dugaan keterlibatan dalam kasus-kasus korupsi dan konflik kepentingan pada masa pemerintahannya. Ia pernah digulingkan dalam kudeta militer pada September 2006 setelah demonstrasi besar-besaran dari Aliansi Rakyat untuk Demokrasi. Pada Oktober 2008, Mahkamah Agung Thailand memutuskan Thaksin bersalah karena melanggar undang-undang terkait konflik kepentingan, yang menyebabkan pemerintah membekukan kekayaannya. Sejak saat itu, Thaksin hidup dalam pengasingan di luar negeri, terutama di Dubai dan London, hingga pada 2023 ia kembali ke Thailand dan menjalani hukuman penjara selama dua tahun.
Terlepas dari kontroversi yang mengelilinginya, pihak Danantara percaya bahwa Thaksin dapat memberikan kontribusi strategis berharga untuk perkembangan ekonomi di Indonesia. Dalam pernyataannya, Rosan Perkasa Roeslani mengungkapkan keyakinan bahwa pengalaman Thaksin dalam bidang politik dan ekonomi dapat menjadi aset bagi Danantara dalam mencapai visi dan misinya.
Namun, penunjukan Thaksin sebagai penasihat Danantara mengundang skeptisisme lebih lanjut terkait dengan integritas dan reputasi lembaga yang dipimpinnya. Dalam situasi ini, warganet mempertanyakan nilai moral di balik penunjukan tersebut. Salah satu pengguna lainnya menulis, “Narapidana dan bermasalah kok dijadikan Dewan Penasihat Danantara. Ta** lo pade.” Pertanyaan-pertanyaan ini mencerminkan keresahan publik tentang apakah pengalaman buruk masa lalu seharusnya diabaikan demi perkembangan saat ini.
Sebagian masyarakat berpendapat bahwa pemilihan Thaksin sebagai penasihat menunjukkan ketidakpahaman atau kurangnya sensitifitas dari pihak Danantara hubungan antara latar belakang individu dan tanggung jawab yang diemban dalam lembaga tersebut. Sebagai lembaga yang bertanggung jawab dalam pengelolaan dana investasi berkelanjutan, ekspektasi publik sangat tinggi terhadap Danantara untuk memilih penasihat yang memiliki etika dan integritas yang baik.
Kedua sisi pro dan kontra mengenai penunjukan Thaksin SK ini menunjukkan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengambilan keputusan di level tinggi. Masyarakat menantikan apakah langkah ini akan memberikan dampak positif bagi Danantara atau justru akan berujung pada kontroversi baru yang merugikan citra lembaga tersebut.
Dengan latar belakang yang rumit dan tanggung jawab berat yang diemban, Thaksin Shinawatra sekarang menghadapi tantangan besar untuk membuktikan kemampuannya sebagai Dewan Penasihat Danantara. Sementara itu, reaksi warganet dan publik akan terus menjadi sorotan sebagai indikasi apakah penunjukan ini akan mendapat dukungan atau sebaliknya.