Tarif Trump: Asosiasi Data Center Indonesia Evaluasi Dampak Terbaru

Asosiasi Data Center Indonesia (IDPRO) mengemukakan bahwa kebijakan tarif timbal balik yang diterapkan oleh pemerintah AS dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap industri data center di Indonesia, meskipun efeknya tidak terjadi secara langsung. Ketua umum IDPRO, Hendra Suryakusuma, menjelaskan bahwa ada beberapa indikator penting yang perlu diperhatikan oleh pelaku industri data center dalam konteks kebijakan tersebut.

Salah satu hal yang menjadi perhatian utama adalah kemungkinan kenaikan biaya investasi. Hendra menyatakan bahwa sebagian besar peralatan penting untuk membangun infrastruktur data center, seperti sistem manajemen daya, sistem pendingin, dan server berperforma tinggi, biasanya diimpor dari produsen di AS. Jika rantai pasokan global terganggu akibat kebijakan tarif baru ini, biaya modal atau capital expenditure (capex) untuk pembangunan atau ekspansi data center di Indonesia dapat meningkat.

Tidak hanya itu, ketegangan dagang yang semakin meruncing antara AS dan negara-negara mitranya juga menciptakan ketidakpastian ekonomi global yang lebih luas. Ketidakpastian ini berdampak pada perencanaan jangka panjang pelaku industri data center, khususnya dalam menentukan lokasi investasi strategis, memilih mitra teknologi, serta pengadaan perangkat keras. “Beberapa pemain besar di Amerika Serikat bahkan sudah menghentikan investasinya di negara lain, termasuk Indonesia,” terangnya.

Lebih lanjut, Hendra menegaskan bahwa kebijakan tarif ini dapat mengakibatkan terbatasnya akses ke pasar tertentu, terutama yang dikenakan tarif tinggi. Dengan demikian, industri data center, sebagai bagian dari sektor digital, mungkin akan lebih mempertimbangkan pasar domestik dan regional, khususnya Asia Tenggara (ASEAN), sebagai area fokus untuk pertumbuhan mereka.

Meski ada tantangan, situasi ini juga dapat memberikan peluang positif bagi Indonesia. Hendra mencatat bahwa kondisi ini dapat menjadi katalis untuk mempercepat penguatan industri TIK dalam negeri. Ia berpendapat bahwa ini adalah waktu yang tepat untuk mengembangkan ekosistem manufaktur perangkat keras dan software yang diperlukan untuk mendukung industri data center.

Ia menyarankan agar ketergantungan pada impor dapat dikurangi secara bertahap melalui insentif untuk riset dan pengembangan, peningkatan sumber daya manusia (SDM), dan kolaborasi antara sektor publik dan swasta. “Hal ini harus didukung dengan regulasi yang mendorong pertumbuhan industri lokal,” tegasnya.

Sebagai langkah lanjutan, IDPRO mendorong pemerintah, pelaku industri, dan penyedia teknologi untuk meningkatkan kolaborasi. Menurut Hendra, kolaborasi yang kuat sangat penting untuk memastikan Indonesia dapat mempertahankan daya saing dan kelangsungan pembangunan infrastruktur digital nasional. “Ketahanan digital dari sisi regulasi, teknologi, dan SDM akan menjadi kunci dalam menghadapi era disrupsi geopolitik dan ekonomi yang semakin kompleks,” pungkasnya.

Melihat dinamika yang ada, pelaku industri data center di Indonesia diharapkan untuk tetap proaktif dalam merencanakan strategi bisnis mereka. Dengan adanya perhatian pada regulasi, kolaborasi, dan pengembangan kapasitas lokal, ada harapan bahwa industri data center di Indonesia dapat tumbuh dan beradaptasi dengan tantangan global sekaligus memanfaatkan peluang yang muncul di tengah kesulitan. Ini akan menjadi langkah penting dalam mewujudkan kemandirian digital yang diharapkan dalam pembangunan infrastruktur teknologi informasi di Indonesia.

Berita Terkait

Back to top button