Tarif Trump Ancam Ekonomi Global, Indonesia Kehilangan Daya Tawar

Kebijakan tarif impor yang diumumkan oleh Presiden AS Donald Trump pada Rabu, 2 April 2025, diprediksi akan membawa dampak signifikan terhadap perekonomian global, termasuk Indonesia. Tarik ulur dalam perdagangan internasional ini semakin rumit dengan respons tarif balasan dari China, yang turut memperburuk keadaan yang sudah tidak stabil ini.

Ekonom senior dari Indef, Tauhid Ahmad, menegaskan bahwa kebijakan tarif yang diterapkan oleh AS tidak hanya berpotensi mengguncang pasar keuangan Amerika, tetapi juga mempengaruhi arus perdagangan dan keuangan negara-negara lain yang terlibat, khususnya negara-negara yang memiliki hubungan dagang erat dengan AS. “Kepastian perekonomian AS akan goyah, ada kemungkinan inflasi meningkat, dan The Fed terpaksa akan menaikkan suku bunga,” ujar Tauhid dalam wawancara yang dilakukan pada 7 April 2025.

Indonesia, yang merupakan salah satu negara dengan ketergantungan ekspor yang tinggi, akan merasakan dampak langsung dari kebijakan tersebut. Tarik menarik kebijakan tarif ini menjadi semakin penting untuk dianalisis, terutama bagi para pelaku ekonomi nasional yang berpotensi terdampak. Ekspor Indonesia, terutama komoditas unggulan seperti sawit, produk elektronik, dan bahan baku seperti karet dan kayu, kemungkinan akan tertekan akibat tarif yang lebih tinggi.

Menurut Tauhid, posisi tawar Indonesia saat ini sangat lemah, menjadikan negara ini sulit untuk bernegosiasi. “Kemungkinan penurunan ekspor pada kuartal II, III, dan IV bisa saja terjadi, karena sesuatu yang efektif berlaku mulai April ini,” katanya. Dampak terburuk dari kebijakan ini adalah terjadinya PHK masal di sektor-sektor yang bergantung pada ekspor, tentu menjadi perhatian bagi pemerintah dan asosiasi pengusaha.

Pemerintah Indonesia dihadapkan pada tantangan untuk mengambil langkah strategis dalam merespons kebijakan tarif baru tersebut. Tauhid menambahkan bahwa penurunan harga komoditas yang dihasilkan di Indonesia juga bisa terjadi. “Dengan turunnya harga komoditas, itu akan sangat berdampak pada emiten-emiten yang berbasis sumber daya alam,” tambahnya. Ketergantungan pada satu sektor membuat Indonesia rentan terhadap fluktuasi harga global, yang dapat mempengaruhi daya saing produk-produk domestik.

Beberapa langkah yang dapat diambil oleh Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia untuk mencegah dampak negatif ini, antara lain:

1. Diversifikasi pasar ekspor agar tidak terlalu bergantung pada satu negara.
2. Meningkatkan kualitas produk agar mampu bersaing di pasar global.
3. Memfasilitasi dialog antara pelaku industri dengan pemerintah untuk merumuskan kebijakan yang tepat.
4. Mencari alternatif komoditas yang dapat diekspor, mengingat ketidakpastian pasar saat ini.
5. Mengadakan pelatihan bagi tenaga kerja untuk meningkatkan kompetensi dan produktivitas.

Sementara itu, jika aksi balasan terhadap tarif Trump meluas, diprediksi harga komoditas bisa meningkat kembali. “Pengalaman dari krisis Covid-19 menunjukkan bahwa disrupsi pada rantai pasokan dapat menyebabkan stagnasi, dan jika mengalami eskalasi maka harga dapat melonjak,” terang Tauhid.

Dalam konteks ini, pemahaman tentang pasar dan respons yang cepat menjadi krusial bagi Indonesia untuk bertahan. Keterbatasan daya tawar harus diimbangi dengan strategi yang dapat menjaga stabilitas ekonomi domestik, khususnya dalam menghadapi kebijakan perdagangan yang tidak menentu di masa depan. Perhatian harus difokuskan pada bagaimana Indonesia bisa beradaptasi dan menciptakan kondisi yang mendukung bagi pelaku usaha agar tetap dapat berproduksi dan berkontribusi dalam perekonomian nasional meskipun dalam situasi yang sulit.

Berita Terkait

Back to top button