
Tagar Perang Dunia 3 kini menggemparkan dunia maya, terutama di platform X (sebelumnya Twitter). Perbincangan ini merebak seiring meningkatnya ketegangan antara Rusia dan Ukraina, yang telah memasuki hari ke-1.000. Ancaman terbaru datang dari Presiden Rusia Vladimir Putin, yang mengumumkan perubahan signifikan dalam doktrin nuklir negara tersebut sebagai respons terhadap kesepakatan dan dukungan Barat kepada Ukraina.
Pengumuman Putin bertepatan dengan izin yang diberikan oleh Amerika Serikat kepada Ukraina untuk menggunakan misil jarak jauh dalam serangan ke wilayah Rusia. Langkah ini menjadi titik balik signifikan karena sebelumnya AS enggan memberikan persetujuan untuk penggunaan senjata tersebut di luar batas wilayah Ukraina. Serangan pertama yang dilancarkan Ukraina menargetkan wilayah Bryansk, yang tentu saja memicu reaksi keras dari Moscow. Menurut Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov, tindakan Ukraina ini merupakan sinyal jelas bahwa negara-negara Barat berusaha memperluas konflik yang semakin meruncing.
Putin, dalam langkahnya yang dianggap sangat provokatif, menurunkan ambang batas penggunaan senjata nuklir. Melalui dekrit baru, Rusia menegaskan hak untuk menggunakan senjata nuklir, bahkan jika hanya menghadapi serangan konvensional, selagi kedaulatan dan integritas wilayahnya terancam. Ini dianggap sebagai peringatan serius kepada Barat agar tidak melewati batas, terutama dalam hal pengiriman senjata ke Ukraina. Untuk memperkuat pesan ini, Rusia juga melakukan latihan besar-besaran yang melibatkan penggunaan senjata nuklir.
Di sisi lain, Rusia menunjukkan kemajuan teritorial di Ukraina. Sejak awal tahun 2024, Rusia berhasil merebut hampir 2.000 kilometer persegi wilayah Ukraina. Hal ini menandakan peningkatan signifikan, jika dibandingkan dengan pencapaian sepanjang tahun 2023. Wilayah Kurakhove menjadi saksi bisu dari bombardir besar-besaran yang dilakukan Rusia dalam usahanya memperluas kontrol teritorial. Meski demikian, kemajuan ini tidak tanpa konsekuensi, dengan puluhan ribu tentara Rusia kehilangan nyawa. Namun, Moscow tampaknya bertekad untuk terus melanjutkan ambisi politiknya demi memperkuat posisi dalam perundingan di masa depan.
Dalam konteks global, ketegangan yang meningkat ini juga membayangi pertemuan para pemimpin dunia di KTT G20 di Brasil. Meskipun Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky meminta solidaritas yang lebih kuat terhadap negaranya, respon yang diterima ternyata jauh dari harapan. Perdana Menteri Inggris, Rishi Sunak, menegaskan komitmen Inggris untuk mendukung Ukraina, meskipun tidak memberikan kepastian terkait izin penggunaan misil jarak jauh serupa yang diberikan AS.
Ketidakpastian juga merambah ke dalam politik AS. Dengan pelantikan kembali Donald Trump yang semakin dekat, dunia menghadapi potensi perubahan kebijakan yang bisa berpengaruh penting terhadap konflik ini. Trump mengklaim bahwa ia mampu menyelesaikan perang dalam satu hari tanpa menjelaskan langkah konkret yang akan diambil. Anggapan ini menciptakan spekulasi mengenai dinamika baru yang dapat memengaruhi baik Rusia maupun Ukraina yang sedang berusaha memperkuat posisi masing-masing menjelang perundingan damai.
Keseluruhan situasi ini menempatkan dunia pada titik kritis di mana setiap langkah akan mempengaruhi arah konflik di masa depan. Ancaman penggunaan senjata nuklir, kemajuan teritorial Rusia, serta dinamika politik yang tidak menentu antara negara-negara besar menunjukkan bahwa kondisi saat ini sangat kompleks dan penuh risiko. Dengan Rusia semakin agresif dan tekanannya kepada negara-negara Barat yang terus meningkat, masa depan peperangan ini masih teramat tidak pasti. Semua pihak kini menunggu momen penting selanjutnya yang mungkin menentukan kelanjutan atau resolusi dari konflik yang telah berlangsung selama berbulan-bulan.