Strategi Maipark Kerek Premi di Tengah Tekanan Reasuransi

Industri reasuransi nasional menghadapi tantangan besar sepanjang tahun 2024, dengan laporan menunjukkan penurunan pendapatan premi sebesar 4,3% secara tahunan, dari Rp27,10 triliun pada tahun sebelumnya menjadi Rp25,93 triliun. Meski menghadapi tekanan ini, PT Reasuransi Maipark Indonesia (Maipark) tampil mencolok dengan mencatatkan pertumbuhan positif baik dalam premi maupun laba.

Kocu Andre Hutagalung, Direktur Utama Maipark, mengungkapkan bahwa penurunan premi dan klaim di dunia reasuransi disebabkan oleh berbagai faktor, baik eksternal maupun internal. Dia menekankan bahwa Maipark sedang dalam proses memperbaiki portofolio agar dapat beradaptasi dengan kondisi yang ada.

“Maipark kemungkinan menghadapi tantangan yang serupa dengan tren industri. Namun, dengan pendekatan inovatif dan pengelolaan risiko yang kuat, Maipark mampu menjaga stabilitas operasionalnya sepanjang 2024 dengan pertumbuhan premi mencapai 13% YoY,” papar Kocu dalam sebuah wawancara.

Berdasarkan laporan keuangan bulanan Maipark pada tahun 2024, perusahaan ini mencatatkan premi sebesar Rp341 miliar, meningkat 11,8% dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai Rp305 miliar. Laba setelah pajak juga menunjukkan kinerja positif, dengan kenaikan 9,87% menjadi Rp59,5 miliar dari Rp54,17 miliar pada periode yang sama tahun lalu.

Salah satu poin penting yang disampaikan Kocu adalah bahwa meskipun ada peningkatan premi retrosesi yang signifikan, Maipark tetap berhasil menggenjot penjualan dan laba perusahaan. “Walaupun dengan pertumbuhan premi retrosesi yang tinggi, laba perusahaan tumbuh 4% YoY dibandingkan tahun lalu,” katanya.

Menatap ke depan, Maipark telah menyiapkan berbagai strategi untuk menghadapi tantangan di tahun 2025. Strategi ini akan berfokus pada penguatan kapasitas reasuransi dan optimalisasi modal yang ada. Kocu menjelaskan bahwa Maipark memiliki Rick Based Capital (RBC) yang sangat besar, mencapai 1.510,27% per Desember 2024, jauh melampaui batas minimum regulator yang ditetapkan sebesar 120%.

“Strategi akan diarahkan untuk menjadikan Maipark sebagai bagian tidak terpisahkan dalam model bisnis setiap perusahaan asuransi, dengan tetap memberikan nilai tambah berkualitas tinggi yang terkait dengan hasil penelitian di bidang kebencanaan,” jelas Kocu.

Meskipun tidak merinci target spesifik untuk 2025, Maipark optimistis dapat mencapai pertumbuhan yang lebih baik. “Kami optimis dapat mencatatkan pertumbuhan premi dua digit dan laba yang lebih baik dari tahun sebelumnya,” tegasnya.

Dalam konteks yang lebih luas, Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) melaporkan bahwa industri reasuransi mengalami kerugian setelah pajak sebesar Rp33 miliar selama tahun 2024, yang berbanding terbalik dengan laba setelah pajak Rp1,54 triliun pada tahun 2023. Kerugian ini mencerminkan kontraksi tajam sebesar 121,7% YoY.

Selain itu, AAUI mencatat bahwa hasil underwriting industri reasuransi juga negatif, sebesar Rp50 miliar, menunjukkan penurunan sebanyak 132,6% YoY dibandingkan hasil positif Rp1,52 triliun pada tahun lalu. Beban underwriting industripun mengalami kenaikan 16,4% YoY, mencapai Rp10,19 triliun.

Menariknya, nilai klaim yang dibayarkan oleh industri reasuransi mengalami penurunan 11,7% YoY, dari Rp15,33 triliun pada 2023 menjadi Rp13,53 triliun pada 2024. Namun, meskipun tantangan ini ada, industri reasuransi masih mencatat pertumbuhan hasil investasi sebesar 8,4% YoY menjadi Rp1,17 triliun.

Dengan melihat performa Maipark yang kontras dengan tren industri yang suram, strategi yang digariskan oleh perusahaan ini menjadi sorotan penting. Langkah-langkah inovatif dan penguatan model bisnis yang terintegrasi dapat menjadi kunci untuk bertahan dan prosper di tengah ketidakpastian yang melanda industri reasuransi.

Back to top button