Eks Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman, kini tengah menjadi sorotan publik setelah resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak atau pedofilia. Selain tuduhan ini, ia juga terjerat dalam kasus dugaan penyalahgunaan narkoba. Penetapan status tersangka diumumkan oleh Brigjen Agus Wijayanto dari Karo Wabprof Divisi Propam Polri pada konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, pada 13 Maret 2025.
Brigjen Agus menegaskan, “Hari ini statusnya (AKBP Fajar) sudah menjadi tersangka dan ditahan di Bareskrim Polri.” Dalam penjelasan lebih lanjut, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko, mengungkapkan bahwa Fajar terbukti melakukan kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur, dengan jumlah total empat korban.
Dari penyelidikan yang dilakukan oleh Divisi Propam Polri, terungkap bahwa Fajar melakukan pelecehan seksual terhadap tiga anak di bawah umur dan satu korban berusia dewasa. Rincian mengenai korban mengungkapkan bahwa mereka terdiri dari anak berusia 6 tahun, 13 tahun, 16 tahun, serta seorang wanita berusia 20 tahun.
Profil AKBP Fajar Widyadharma Lukman sebagai perwira menengah Polri sebelumnya cukup bersinar. Ia adalah lulusan SMA Taruna Nusantara angkatan ke-9 tahun 2001 dan melanjutkan pendidikannya di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK) hingga lulus pada tahun 2011. Sejak 26 Juni 2024, Fajar menjabat sebagai Kapolres Ngada, menggantikan AKBP Padmo Arianto. Ia juga pernah menjabat sebagai Kapolres Sumba Timur dan memiliki pengalaman dalam menangani berbagai kasus kriminal.
Seiring dengan penetapan status tersangka, Fajar juga terlibat dalam dugaan penyalahgunaan narkoba, khususnya narkoba jenis sabu. Penegasan ini semakin memperdalam gambaran tentang sosok Fajar yang kini ditahan dengan mengenakan baju tahanan berwarna oranye. Selain melakukan pelecehan, Fajar diduga melakukan tindakan lebih jauh dengan merekam, menyimpan, dan menyebarkan video asusila ke dunia maya.
Keberadaan Fajar di Bareskrim Polri dimulai sejak 24 Februari lalu, dan hingga kini, penyidik telah melakukan pemeriksaan terhadap 16 saksi, termasuk empat korban, serta para manajer hotel yang diduga menjadi tempat kejadian perkara. Sidang Kode Etik Profesi Polri terhadap AKBP Fajar dijadwalkan berlangsung pada Senin, 17 Maret 2025. Menurut Brigjen Truno, pelanggaran yang dilakukan oleh Fajar masuk dalam kategori kode etik berat.
Tindakan terhadap AKBP Fajar termasuk pencopotan jabatannya sebagai Kapolres Ngada melalui surat telegram Kapolri beberapa hari sebelum pengumuman status tersangka. Saat ini, ia dipindahkan sebagai Pamen Yanma Polri dan jabatannya digantikan oleh AKBP Andrey Valentino, mantan Kapolres Nagekeo Polda NTT.
Kasus ini bermula pada 20 Februari 2025, ketika Fajar ditangkap oleh Divisi Propam Polri di Kupang, NTT, akibat dugaan keterlibatannya dalam narkoba dan pelecehan anak. Terungkap juga bahwa seorang wanita berinisial F berperan sebagai perantara dalam menyediakan korban di bawah umur untuk Fajar, dengan imbalan pembayaran sebesar Rp 3 juta untuk membawa anak-anak ke hotel.
Investigasi terhadap Fajar semakin menghangat setelah pihak otoritas Australia menemukan bahwa video syur yang dijual oleh Fajar ke situs pornografi diunggah dari Kupang. Penyelidikan ini menjadi tonggak untuk menegakkan keadilan bagi korban serta menyoroti persoalan serius tentang pelecehan anak dan penyalahgunaan kekuasaan di kalangan aparat penegak hukum. Kasus ini mencoreng citra kesatuan Polri dan mengundang sorotan tajam terhadap keselamatan anak-anak serta perlunya penegakan hukum yang tegas terhadap tindakan keji ini.