
Film pemenang Piala Oscar 2023 untuk kategori Fitur Dokumenter Terbaik, “No Other Land”, kini telah tayang di Indonesia. Penonton dapat menyaksikan film ini di sejumlah bioskop CGV Jakarta, termasuk Pacific Place, FX Sudirman, Grand Indonesia, dan Central Park. “No Other Land” merupakan sebuah karya yang menghadirkan perspektif baru mengenai konflik yang berkepanjangan antara Israel dan Palestina melalui cerita seorang aktivis muda Palestina.
Dibuat oleh tim yang terdiri dari Basel Adra, Hamdan Ballal, Yuval Abraham, dan Rachel Szor, film ini mendokumentasikan perjalanan Basel Adra dalam melawan pemindahan paksa warga Palestina dari desa mereka di masa perang. Momen penting dalam film ini mengambil latar belakang tahun 2022, saat pengadilan tinggi Israel memutuskan untuk mendukung pengusiran warga desa di Masafer Yatta. Di sinilah film ini menunjukkan ketegangan dan kesedihan yang dialami Basel dan komunitasnya saat mereka berjuang melawan tradisi hukum yang tampak tidak adil.
No Other Land secara kuat menggambarkan pertarungan hukum yang telah berlangsung selama 22 tahun, ketika pengadilan Israel meneguhkan status lahan tersebut sebagai zona tembak militer. Hal ini menyebabkan penghancuran rumah-rumah serta pemindahan paksa penduduk yang terjadi setiap hari. Dalam film, Basel Adra dengan berani merekam proses penghancuran yang menyakitkan ini, menunjukkan bagaimana tentara Israel menghancurkan rumah-rumah sambil menciptakan momen ketegangan di tengah suasana haru.
Melalui dokumentasi yang mendalam, penonton bisa merasakan gedung-gedung diruntuhkan oleh buldoser, sembari anak-anak menangis menyaksikan kehilangan tempat tinggal mereka. Salah satu poin penting film ini adalah persahabatan tak terduga antara Basel Adra dan Yuval Abraham, seorang jurnalis Yahudi Israel. Meskipun berasal dari latar belakang yang sangat berbeda, mereka bersama-sama berjuang demi keadilan dan kebebasan.
Film ini tidak hanya menggunakan bahasa Arab dan Ibrani, tetapi juga menyisipkan laporan berita Barat untuk memberikan konteks yang lebih luas tentang situasi yang dihadapi oleh penduduk. Durasi film mencapai 95 menit, menyajikan visual yang kuat dan emosional dengan unsur liputan langsung yang tak terbantahkan. Bahkan, beberapa adegan menunjukkan betapa kejam dan dinginnya penanganan militer dalam membongkar rumah-rumah penduduk.
Dalam bagian film yang lebih haru, penonton akan melihat bagaimana Basel dan komunitasnya berusaha bertahan hidup. Mereka terpaksa tinggal di gua-gua dan berupaya membangun kembali rumah mereka di malam hari, hanya untuk melihatnya dihancurkan lagi pada siang hari. Keseharian yang penuh ketegangan ini menyoroti ketidakadilan yang dialami oleh warga Palestina, yang menghadapi penindasan terus-menerus.
No Other Land mengajak penontonnya untuk merenungkan ketidakseimbangan kekuasaan antara kedua pihak yang terlibat dalam konflik ini. Melalui kisah Basel Adra, film ini menyoroti bagaimana kesulitan dan penindasan tidak hanya mempengaruhi individu, tetapi juga mempengaruhi hubungan antara komunitas yang berbeda. Pada saat yang sama, film ini tetap menawarkan harapan. Dengan menampilkan kolaborasi antara Basel dan Yuval, penonton dapat melihat bahwa meskipun ada banyak rintangan, ada juga peluang untuk memahami satu sama lain dan bekerja sama demi masa depan yang lebih baik.
Dengan rilisnya No Other Land di Indonesia, diharapkan dapat meningkatkan pemahaman masyarakat akan isu-isu kemanusiaan yang dihadapi oleh warga Palestina dan tantangan yang dihadapi saat mencari keadilan dan kedamaian. Film ini tidak hanya berdampak pada penontonnya, tetapi juga berfungsi sebagai suara bagi mereka yang tidak memiliki platform untuk menyampaikan kisah mereka.