Presiden yang telah dimakzulkan, Yoon Suk Yeol, resmi dibebaskan dari tahanan pada hari Sabtu, 8 Maret, setelah pengadilan memutuskan untuk mencabut penangkapannya. Pembebasan ini terjadi 52 hari setelah ia ditahan dengan tuduhan menghasut pemberontakan dalam upayanya untuk memberlakukan darurat militer yang gagal. Keputusan tersebut diumumkan oleh Pengadilan Distrik Pusat Seoul, yang menyetujui permohonan Yoon untuk membatalkan penangkapannya satu hari sebelum pembebasannya.
Yoon dibebaskan dari Pusat Penahanan Seoul yang terletak di Uiwang, tepat di selatan ibu kota Korea Selatan. Pembebasan ini disambut dengan sorak sorai dari pendukungnya, termasuk anggota Partai Kekuatan Rakyat yang berkuasa. “Saya menghargai keberanian dan tekad pengadilan dalam mengoreksi pelanggaran hukum,” ungkap Yoon saat meninggalkan pusat tahanan, mencerminkan rasa syukurnya terhadap keputusan pengadilan.
Dengan keputusan ini, Yoon kini dapat menjalani proses hukum dan diadili tanpa harus berada dalam tahanan fisik. Pengadilan memutuskan untuk membebaskan Yoon setelah memperhatikan bahwa dakwaan yang diajukan kepadanya terkait pemberontakan, yang dikeluarkan pada 26 Januari, sebenarnya diajukan hanya beberapa jam setelah masa penahanan awalnya berakhir. Ini menimbulkan pertanyaan tentang validitas pengajuan dakwaan tersebut, yang dapat dikategorikan sebagai pelanggaran prosedur hukum.
Serangkaian peristiwa ini mendorong ketegangan politik di Korea Selatan, terutama di dalam parlemen, di mana langkah pemakzulan Yoon sempat diperdebatkan. Oposisi bahkan mendesak langkah-langkah lebih lanjut untuk menindaklanjuti pemakzulan tersebut, yang menjadi sorotan utama dalam dinamika politik negara ini.
Yoon, yang saat menjabat sebagai presiden, menghadapi kritik tajam terkait kebijakannya dan upaya-upayanya yang kontroversial. Menurut laporan, tuduhan penghasutan pemberontakan yang dialamatkan kepadanya berkaitan dengan keputusannya untuk memberlakukan darurat militer sebagai respons terhadap situasi politik yang kurang stabil. Namun, putusan pengadilan ini menunjukkan adanya keengganan dari lembaga-lembaga hukum untuk menjadikan presiden sebagai target penahanan selama investigasi.
Selain itu, masa penahanan awal yang dijalaninya selama 10 hari tidak diperhitungkan terhadap waktu yang dibutuhkan untuk memproses dokumen ke pengadilan. Hal ini membuat batasan waktu untuk penahanan Yoon molor hingga sekitar pukul 9 pagi pada 26 Januari. Jaksa penuntut kemudian mendakwa Yoon tepat sebelum pukul 7 malam di hari yang sama, yang diakui oleh pengadilan sebagai situasi yang tidak biasa dan mencolok.
Pengacara Yoon dan pendukungnya menganggap pembebasannya sebagai langkah yang benar, merayakan keputusan tersebut sebagai kemenangan untuk keadilan. “Kami akan terus berjuang untuk mengoreksi pelanggaran hukum yang selama ini terjadi. Yoon berhak mendapatkan penanganan hukum yang adil,” ujar salah satu anggota tim hukum Yoon.
Kini, setelah bebas dari tahanan, Yoon Suk Yeol akan menghadapi proses hukum yang lebih lanjut di pengadilan. Sementara itu, perhatian publik akan tetap tertuju pada langkah politik selanjutnya, baik dari pihak Yoon maupun dari oposisi yang terus berusaha mengekspresikan ketidakpuasan mereka terhadap kepemimpinannya. Dinamika ini tentunya akan menjadi bagian penting dari perjalanan politik Korea Selatan ke depan, mengingat Yoon masih memiliki dukungan dari sejumlah kalangan, serta tantangan dari para lawan politiknya yang tidak henti-hentinya mendesak agar keadilan ditegakkan.