
Samsung, raksasa teknologi asal Korea Selatan, kini menghadapi masalah serius di India akibat tuduhan pelanggaran aturan impor. Otoritas bea cukai India telah meminta perusahaan tersebut dan beberapa pejabatnya untuk membayar pajak dan denda yang totalnya mencapai USD601 juta atau setara dengan Rp10 triliun. Permintaan ini muncul setelah Samsung dinilai sengaja menghindari tarif impor yang ditetapkan untuk peralatan telekomunikasi.
Menurut laporan dari Channel News Asia pada Selasa (25/3/2025), jumlah tuntutan ini mewakili sebagian besar dari laba bersih Samsung yang diperkirakan mencapai USD955 juta pada tahun 2024. Sebagai salah satu pemain utama di pasar elektronik konsumen dan smartphone, Samsung telah beroperasi di India dan mengimpor berbagai peralatan telekomunikasi melalui divisi jaringan, termasuk komponen untuk menara seluler yang sangat penting.
Kasus ini bermula ketika pada tahun 2023, Samsung menerima peringatan dari pihak berwajib terkait kesalahan klasifikasi dalam impor barangnya. Dengan mengklasifikasikan produk tertentu secara tidak tepat, Samsung diduga berusaha menghindari tarif yang ditetapkan, yaitu sebesar 10 persen hingga 20 persen pada sebagian komponen penting. Barang-barang tersebut diketahui dijual kepada salah satu raksasa telekomunikasi di India, Reliance Jio, yang dimiliki oleh miliarder Mukesh Ambani.
Samsung sebelumnya telah berupaya meminta otoritas pajak India untuk membatalkan pemeriksaan ini. Dalam pernyataannya, Samsung mengklaim bahwa komponen yang diimpor tidak dikenakan tarif dan menggarisbawahi bahwa fungsi klasifikasi mereka telah diketahui oleh pejabat terkait selama bertahun-tahun. Namun upaya tersebut ditolak oleh otoritas bea cukai.
Komisaris Bea Cukai India, Sonal Bajaj, menjelaskan dalam surat perintah bahwa Samsung telah melanggar hukum dan sengaja menyajikan dokumen palsu untuk mendapatkan izin. “Samsung melanggar hukum India dan secara sadar dan sengaja menunjukkan dokumen palsu kepada otoritas bea cukai untuk mendapatkan izin,” tegasnya. Penyelidik juga menemukan bahwa perusahaan tersebut telah melanggar etika bisnis dan standar industri demi memaksimalkan keuntungan dengan menipu pemerintah.
Dalam keputusan yang diambil, Samsung diperintahkan untuk membayar pajak yang belum dibayar senilai USD520 juta dan denda sebesar 100 persen dari total tersebut. Di samping itu, beberapa pejabat kunci di Samsung India juga dikenakan sanksi, dengan total denda mencapai USD81 juta. Di antara mereka yang terkena dampak adalah wakil presiden divisi jaringan, Sung Beam Hong, Chief Financial Officer Dong Won Chu, serta Manajer Umum untuk Keuangan, Sheetal Jain, dan Manajer Umum Samsung untuk pajak tidak langsung, Nikhil Aggarwal.
Menanggapi tuntutan ini, Samsung menyatakan bahwa mereka akan mempelajari lebih dalam mengenai tuntutan yang diajukan. “Masalah ini melibatkan interpretasi klasifikasi barang oleh bea cukai. Kami mematuhi hukum India. Kami sedang mengkaji opsi-opsi hukum untuk memastikan hak-hak kami terlindungi sepenuhnya,” ungkap pihak Samsung.
Kasus ini tentu menjadi perhatian khusus bagi banyak pihak, terutama dalam konteks perdagangan internasional dan praktik bisnis yang sehat. Pelanggaran yang dapat merugikan pendapatan negara ini dikhawatirkan dapat menciptakan preseden buruk bagi perusahaan-perusahaan asing yang beroperasi di India. Tidak hanya Samsung, tetapi juga dapat menjadi sinyal bagi perusahaan lain untuk lebih berhati-hati dalam hal kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku.
Situasi ini menjadi sorotan sekaligus tantangan tersendiri bagi Samsung dalam mempertahankan reputasi dan posisinya di pasar yang sangat kompetitif. Apakah perusahaan ini akan mengambil langkah hukum yang diperlukan? Hanya waktu yang akan menjawab.