
Sejumlah foto satelit menunjukkan fenomena alam yang menakjubkan: salju tebal menyelimuti puncak gunung berapi Mauna Loa dan Mauna Kea di Pulau Besar Hawaii. Fenomena ini terjadi pada tahun 2021 dan dikenal dengan sebutan “pineapple powder” atau bubuk nanas, menandai peristiwa salju ekstrem yang jarang terjadi di wilayah tropis ini. Salju di kedua gunung berapi ini menandai kasus paling signifikan dalam sejarah cuaca pulau tersebut.
Mauna Loa, yang terletak dekat pusat Pulau Besar dengan ketinggian 4.170 meter, menunjukkan lapisan salju terluas, sedangkan Mauna Kea dengan ketinggian 4.205 meter di sebelah utara melaporkan area salju yang sedikit lebih kecil. Kejadian ini menarik perhatian tidak hanya penduduk lokal tetapi juga peneliti dan pecinta alam. Berdasarkan informasi dari NASA, total salju yang menutupi kedua puncak mencapai angka tertinggi kedua dalam satu periode yang sama sejak pencatatan dimulai pada 2001.
Banyak penduduk pulau mengambil kesempatan ini untuk menikmati olahraga musim dingin yang langka, dengan menukar papan selancar mereka untuk papan ski dan snowboard. Salju turun dengan intensitas yang luar biasa; dalam satu hari, bisa mencapai 0,6 meter di puncak kedua gunung tersebut. Momen ini memberi warna baru bagi aktivitas penduduk lokal yang terbiasa dengan cuaca tropis.
Walaupun salju di Hawaii tidak seaneh yang dibayangkan banyak orang, fenomena “pineapple powder” ini lebih sering terjadi pada beberapa bulan antara Oktober hingga April. Rata-rata, Mauna Loa dan Mauna Kea menerima setidaknya 20 hari salju per tahun. Namun, salju yang turun pada tahun 2021 menjadi luar biasa karena kondisi cuaca yang tidak biasa. Peristiwa ini dipicu oleh fenomena cuaca yang dikenal sebagai Kona low, di mana arah angin beralih dari timur laut menjadi barat daya, mengalir membawa kelembapan dari Pasifik tropis.
Namun, meskipun salju di Hawaii bukan hal yang sepenuhnya asing, para peneliti mengingatkan bahwa momen seperti ini mungkin akan semakin jarang terjadi di masa mendatang. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa perubahan iklim yang disebabkan oleh aktivitas manusia berpotensi mengurangi frekuensi salju di Hawaii. Menurut Chunxi Zhang, seorang spesialis pemodelan atmosfer di Universitas Hawai’i di Manoa, proyeksi menunjukkan bahwa jumlah salju yang turun di masa depan bisa berkurang hingga sepuluh kali lipat dibandingkan saat ini.
Dalam mitologi Hawaii, Mauna Kea dipercaya sebagai rumah bagi dewi salju Poli‘ahu, yang bersaing dengan dewi api, Pele. Kisah-kisah tradisional menggambarkan pertarungan antara kedua dewi ini sebagai gambaran betapa unik dan beragamnya ekosistem serta budaya yang ada di Hawaii. Salju yang turun di pulau ini bukan sekadar fenomena alam, tetapi juga bagian dari identitas lokal yang kaya akan cerita dan tradisi.
Dengan semakin meningkatnya suhu permukaan laut akibat perubahan iklim, fenomena salju di Hawaii bisa jadi menjadi kenangan yang semakin jarang. Namun, saat ini, pemandangan puncak Mauna Loa dan Mauna Kea yang diselimuti salju memberikan kita kesempatan untuk merenungi keindahan alam serta dampak perubahan yang mungkin akan datang. Keberadaan salju ini menunjukkan kekayaan lingkungan Hawaii serta tantangan yang dihadapi oleh alam dan masyarakat, mengingat pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem yang ada.