
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) sekaligus Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, mengemukakan bahwa Indonesia akan menghadapi ancaman besar terkait Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap 50 ribu buruh akibat kebijakan pembaruan tarif resiprokal yang diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Dalam konferensi pers yang diselenggarakan pada Sabtu (5/4/2025), Said menyerukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk segera membentuk Satuan Tugas atau Satgas PHK guna mengantisipasi dampak negatif dari kebijakan tersebut.
Said Iqbal menjelaskan pentingnya pembentukan Satgas PHK, yang berfungsi tidak hanya untuk mencegah terjadinya PHK, tetapi juga untuk memastikan hak-hak buruh tetap terpenuhi jika PHK terjadi. “Satgas PHK ini harus merekomendasikan kepada pemerintah untuk melakukan renegosiasi dengan pemerintah Amerika Serikat,” tegas Said. Ia menyebut bahwa pelibatan Kementerian Ketenagakerjaan dan DPR dalam Satgas ini sangat diperlukan agar penanganan PHK berlangsung efektif.
Usulan pembentukan Satgas ini telah mendapatkan respon positif dari Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad, yang menyatakan bahwa ide tersebut perlu diteruskan dan ditindaklanjuti. Said pun menyampaikan niatnya untuk segera bertemu dengan DPR RI agar usulannya bisa diakomodasi dengan baik. Ia menambahkan bahwa keengganan untuk menangani masalah ini dapat memicu demonstrasi dari buruh yang merasa dirugikan. “Kalau ini tidak ditangani, gejolak demo di mana-mana akan muncul,” ujarnya.
Said Iqbal juga memperingatkan bahwa Indonesia kini sudah mulai merasakan gelombang kedua PHK yang dipicu oleh kebijakan tarif baru AS. Beberapa serikat pekerja telah diundang untuk berunding dengan manajemen mengenai rencana PHK tersebut. Namun, hingga saat ini, belum ada kejelasan terkait jumlah buruh yang akan terimbas, waktu pelaksanaannya, maupun pemenuhan hak mereka. Ia menyebut bahwa perundingan tersebut masih dalam tahap awal dan membutuhkan penanganan yang lebih serius.
Dari data yang dihimpun oleh Litbang KSPI dan Partai Buruh, gelombang pertama PHK telah mempengaruhi sekitar 60 ribu buruh di lebih dari 50 perusahaan antara Januari dan Maret 2025. Said mengatakan bahwa banyak buruh yang terkena PHK tidak mendapatkan Tunjangan Hari Raya (THR), termasuk buruh di perusahaan seperti Sritex. Ia menegaskan bahwa THR adalah hak yang harus dibayarkan tepat waktu, dan keterlambatan dalam pembayaran adalah pelanggaran hukum.
Isu ini semakin diperburuk dengan perlakuan perusahaan aplikator seperti Gojek, Grab, dan Maxim yang memberikan bantuan hari raya yang sangat minim kepada pengemudi mereka. Said menyayangkan tindakan ini, mengingat beberapa pengemudi yang tergabung dalam KSPI memiliki pendapatan yang jauh lebih tinggi. “Bagi buruh yang di-PHK, jangankan THR, pesangon pun tidak mereka dapatkan,” katanya, menekankan perlunya perlindungan yang lebih baik bagi buruh.
Dalam pernyataannya, Said mengungkapkan kekhawatirannya bahwa banyak perusahaan kini dalam kondisi goyah dan berusaha mencari cara untuk menghindari PHK. Namun, dengan diberlakukannya kebijakan tarif impor dari AS mulai 9 April 2025, banyak perusahaan diprediksi akan mengalami tekanan yang lebih berat. Ia mencatat bahwa hingga saat ini, belum ada langkah konkret dari pemerintah untuk mengantisipasi dampak dari kebijakan tersebut.
Sektor-sektor yang paling rentan terhadap gelombang kedua PHK meliputi industri tekstil, garmen, sepatu, elektronik, makanan dan minuman yang berorientasi ekspor ke AS, serta sektor minyak sawit, perkebunan karet, dan pertambangan. Dalam kalkulasi awal, KSPI dan Partai Buruh memprediksi bahwa tambahan 50 ribu buruh akan mengalami PHK dalam tiga bulan setelah penerapan tarif baru tersebut.
Said Iqbal menegaskan bahwa situasi ini harus segera ditangani secara serius oleh pemerintah dan DPR untuk melindungi hak-hak buruh serta menjaga stabilitas sosial di Indonesia di tengah dampak kebijakan dari luar negeri yang negatif.