RUU TNI Jadi Sorotan: Respons Warganet dan Aktor Perfilman!

Rancangan Undang-Undang (RUU) TNI kembali mencuri perhatian publik setelah ramai dibicarakan di media sosial. Tagar “TolakRUUTNI” menjadi salah satu trending topic di platform X, mencerminkan penolakan yang luas terhadap RUU tersebut. RUU ini dinilai akan menghidupkan kembali konsep dwifungsi TNI, yang selama ini menjadi salah satu isu kontroversial dalam lingkup kebijakan pertahanan dan keamanan negara.

Salah satu pasal yang menjadi sorotan adalah Pasal 47 ayat (1) dan (2) yang mengatur jabatan sipil bagi prajurit aktif TNI. Dalam ayat (1), dinyatakan bahwa pra­jurit aktif dapat menduduki jabatan di kantor yang berkaitan dengan bidang politik dan keamanan negara, termasuk di lembaga-lembaga seperti Sekretariat Militer Presiden, Intelijen Negara, dan Kejaksaan Republik Indonesia. Sedangkan ayat (2) menyebutkan bahwa prajurit TNI dapat menduduki jabatan sipil lainnya setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif. Hal ini diharapkan tidak hanya menimbulkan kontroversi, namun juga membuka diskusi tentang peran TNI di lembaga sipil.

Kritik terhadap RUU ini mulai bermunculan dari berbagai kalangan, terutama warganet. Beberapa cuitan di media sosial menggambarkan ketidakpuasan masyarakat. “Kalau dari awal pengen banget kerja di lembaga sipil, harusnya daftar CPNS bukan AKMIL. #TolakRUUTNI,” tulis seorang pengguna. Cuitan lain menyentil agar TNI fokus kembali pada fungsi utamanya dan tidak terlibat dalam sektor sipil. “Sudahi egois kelompok kalian, mari kita tendang mereka kembali ke barak. #TolakRUUTNI,” ungkap warganet lainnya.

Tak hanya warganet yang bereaksi, tetapi sejumlah aktor perfilman juga turut mengekspresikan penolakannya. Bintang Emon, seorang komedian dan aktor, menyampaikan pandangannya secara terbuka dan mengecam RUU TNI melalui akun Instagram-nya. “Saya Bintangemon mengajak untuk menolak RUU TNI,” ungkapnya. Menurut Bintang Emon, RUU ini merupakan kemunduran dan berpotensi menimbulkan intimidasi jika TNI diberikan kekuasaan di lembaga pemerintahan. “Apapun yang memiliki akses terhadap senjata dan kekerasan seperti TNI dan Polri harusnya tetap dalam fungsi alat senjata saja,” tambahnya, menekankan bahwa penempatan TNI di lembaga pemerintah dapat dianggap tidak efektif.

Reaksi negatif juga datang dari aktor dan sutradara film, Ernest Prakarsa. Ia menyatakan bahwa pengalamannya yang pernah berada di struktur pemerintahan membuatnya menolak keras RUU TNI. “Saya pernah ada di sana. Saya tidak ingin kembali lagi. #TolakRUUTNI,” ujar Ernest, menegaskan pendapatnya.

Belum ada tanggapan resmi dari pemerintah mengenai desakan publik ini, tetapi jelas bahwa RUU TNI menuai pertentangan dari banyak kalangan. Isu ini mendorong berbagai pihak, mulai dari warganet hingga publik figur, untuk menyuarakan pendapatnya. Dengan meningkatnya sorotan terhadap RUU TNI, situasi ini membuka peluang bagi diskusi lebih lanjut dan penilaian ulang terhadap kebijakan transformasi sektor pertahanan dan keamanan di Indonesia. Publik menunggu bagaimana respons lanjutan dari pembuat kebijakan terkait aspirasi dan keraguan masyarakat tentang peran TNI di sektor sipil, sambil terus memantau perkembangan aksi penolakan yang berlangsung di media sosial.

Back to top button