
Presiden Rusia Vladimir Putin mengungkapkan bahwa Rusia terbuka untuk mempertimbangkan usulan dari Amerika Serikat mengenai gencatan senjata dalam konflik yang telah berlangsung lama dengan Ukraina. Namun, dalam pernyataannya, Putin menekankan pentingnya merangkul akar permasalahan yang memicu konflik sejak awal untuk menciptakan solusi yang berkelanjutan.
Dalam konferensi pers yang digelar bersama Presiden Belarusia Alexander Lukashenko di Moskow pada Kamis, 13 Maret 2025, Putin menyatakan bahwa, “Kami setuju dengan usulan untuk menghentikan permusuhan, tetapi kami melihat fakta bahwa gencatan senjata ini harus dapat mengarah pada perdamaian jangka panjang dan menghilangkan penyebab awal krisis ini,” seperti dilansir dari Antara.
Pernyataan ini diikuti oleh kesediaan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy untuk menyetujui gencatan senjata selama 30 hari. Kesepakatan ini disampaikan setelah pertemuan di Jeddah, Arab Saudi, yang dihadiri oleh delegasi Ukraina serta pejabat tinggi AS, termasuk Menteri Luar Negeri Marco Rubio dan Penasihat Keamanan Nasional Mike Waltz. Meskipun tidak ada jaminan keamanan yang diumumkan, Zelenskyy mengungkapkan bahwa topik tersebut telah dibahas di antara pihak-pihak yang terlibat.
Dari pihak Rusia, juru bicara Kepresidenan Dmitry Peskov mengonfirmasi bahwa delegasi AS akan melakukan pembicaraan langsung dengan perwakilan Rusia di Moskow. “Proses penerimaan informasi dari AS sedang berjalan, dan Rusia akan menentukan sikap setelah pembicaraan bilateral dengan delegasi AS,” katanya. Peskov juga menegaskan bahwa Rusia tidak akan berkompromi mengenai wilayah yang telah dianeksasi, seperti Krimea, Sevastopol, Kherson, Zaporizhia, Donetsk, dan Luhansk. “Wilayah-wilayah ini telah diabadikan dalam Konstitusi Federasi Rusia,” tambahnya.
Meskipun ada sinyal positif mengenai gencatan senjata, Rusia juga menekankan bahwa tidak ada daftar tuntutan resmi yang diberikan kepada AS terkait kesepakatan ini. Peskov menanggapi rumor tersebut dengan mengatakan, “Banyak informasi di media yang tidak akurat. Hanya sebagian kecil saja yang benar.”
Utusan khusus AS untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, telah tiba di Moskow untuk bertemu dengan Putin, namun informasi resmi mengenai hasil pertemuan tersebut belum disampaikan oleh Kremlin. Dalam wawancara dengan kanal berita Rossiya-1, Penasihat Kepresidenan Rusia Yury Ushakov menyatakan bahwa Rusia menginginkan penyelesaian jangka panjang dan bukan hanya jeda yang menguntungkan bagi pihak Ukraina. Ushakov menambahkan bahwa tampaknya tidak ada pihak yang diuntungkan dari langkah-langkah yang hanya berpura-pura menciptakan perdamaian dalam situasi ini.
Penting untuk dicatat bahwa AS sebelumnya menyatakan bahwa keputusan akhir mengenai gencatan senjata kini berada di tangan Rusia. Sementara itu, Rusia menggarisbawahi bahwa sanksi yang dijatuhkan kepada negara tersebut harus dicabut sebagai bagian dari kesepakatan yang lebih komprehensif.
Konflik Rusia-Ukraina merupakan eskalasi dari perang yang telah berlangsung sejak 2014, dengan akar permasalahan yang berkaitan dengan sejarah panjang dan kompleks antara kedua negara. Perpecahan budaya dan politik dalam masyarakat Ukraina, di mana sebagian merasa lebih dekat dengan Rusia dan yang lainnya lebih mendukung integrasi dengan Eropa, berkontribusi pada konflik ini. Pasca revolusi di Ukraina yang berhasil menggulingkan presiden pro-Rusia, Rusia menganeksasi Krimea dan memberikan dukungan kepada kelompok separatis di wilayah Donbas, menyebabkan lebih dari 13.000 korban jiwa hingga saat ini.
Dalam konteks ini, pembicaraan mengenai gencatan senjata bukan hanya soal menghentikan tembakan, tetapi juga tentang menciptakan suatu mekanisme yang bisa menyentuh akar masalah dan memberikan jalan menuju perdamaian yang berkelanjutan. Seiring dengan berlangsungnya pembicaraan ini, dunia akan terus memantau perkembangan situasi di medan perang serta upaya diplomasi yang diharapkan dapat mengakhiri ketegangan berkepanjangan antara Rusia dan Ukraina.