Rupiah Melemah: Negosiasi Tarif Dagang AS-China Masih Mandek

Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mengalami pelemahan signifikan pada perdagangan Senin, 28 April 2025. Menurut laporan yang diterbitkan, rupiah tercatat merosot sebesar 27 poin atau setara dengan 0,16 persen, yang membawa nilai tukarnya berada di posisi Rp 16.856 per dolar AS. Sebelumnya, pada akhir pekan, berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), rupiah ditutup di level Rp 16.829 per dolar AS.

Pengamat Pasar Uang, Ariston Tjendra, menyatakan bahwa tekanan pada nilai tukar rupiah saat ini dipicu oleh stagnasi dalam negosiasi tarif dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China. Ketidakpastian ini menyebabkan kekhawatiran di kalangan investor dan pasar keuangan. “Rupiah kelihatannya masih mendapatkan tekanan dari dolar AS. Berita bahwa negosiasi antara AS dan China masih belum berjalan meskipun Presiden Trump mengatakan sebaliknya, bisa memicu kekhawatiran lagi di pasar keuangan,” ungkap Ariston.

Pasar kini menanti perkembangan lebih lanjut dari negosiasi tersebut. Meski ada sinyal bahwa AS menunjukkan sikap yang lebih lunak, hasil konkret dari negosiasi ini masih belum terlihat. Ariston menegaskan bahwa ketidakpastian ini berpotensi menyebabkan nilai tukar rupiah tertekan lebih lanjut, dengan prediksi pelemahan ke arah Rp 16.880 dan level support di Rp 16.800.

Faktor eksternal lainnya juga berkontribusi terhadap pelemahan rupiah, termasuk ketegangan geopolitik dan kondisi ekonomi global yang kurang stabil. Kondisi ini memperburuk persepsi risiko terhadap mata uang negara berkembang seperti rupiah. Dalam situasi ini, para pelaku pasar cenderung lebih memilih untuk berinvestasi dalam aset yang lebih aman, seperti dolar AS.

Untuk sektor tertentu, seperti otomotif, pelemahan nilai tukar rupiah juga menimbulkan kekhawatiran. Penyediaan komponen impor yang didominasi dalam dolar AS membuat produsen rentan terhadap fluktuasi nilai tukar. Dengan semakin melemahnya rupiah, biaya produksi dapat meningkat, berpotensi membebani profitabilitas perusahaan.

Dari sisi domestik, Bank Indonesia (BI) berusaha untuk memitigasi dampak dari pelemahan rupiah dengan intervensi di pasar valuta asing. Intervensi ini dilakukan untuk menjaga stabilitas nilai tukar dan berpihak pada tujuan inflasi yang sudah ditetapkan. Namun, langkah ini tak sepenuhnya dapat menghentikan tren pelemahan yang terlanjur terjadi, mengingat pengaruh faktor eksternal yang tak terkendali.

Secara keseluruhan, fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS adalah indikator penting yang mencerminkan kondisi ekonomi dan stabilitas politik. Dengan negosiasi tarif dagang yang masih mandek antara AS dan China, pelaku pasar disarankan untuk terus memantau perkembangan terkini, karena hal ini akan menjadi faktor kunci dalam menentukan arah pergerakan nilai tukar di masa mendatang.

Kondisi pasar yang tidak menentu ini menimbulkan tantangan bagi banyak sektor, dan respon dari pemerintah serta otoritas terkait akan sangat menentukan bagaimana pasar akan merespon ke depan. Keberhasilan negosiasi tarif dagang tidak hanya akan memengaruhi nilai tukar rupiah, tetapi juga iklim investasi dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Exit mobile version