
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus mengalami tekanan, mendekati level kritis Rp 17.000. Dalam situasi ini, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Ahmad Muzani, menilai bahwa ini adalah peluang strategis bagi Indonesia untuk meningkatkan ekspor, terutama ke pasar nontradisional seperti Timur Tengah. Menurut Muzani, “Ini harus jadi momentum untuk meningkatkan ekspor kita ke negara-negara lain, di luar Amerika karena harga barang kita jadi lebih kompetitif,” ungkapnya di kompleks parlemen Senayan, Jakarta, pada Rabu (9/4/2025).
Pemerintah, dalam hal ini yang dipimpin oleh Presiden Prabowo Subianto, sedang aktif menjajaki peluang baru di pasar internasional. Prabowo diketahui tengah melakukan kunjungan ke lima negara di Timur Tengah dan Afrika Utara, termasuk Uni Emirat Arab (UEA), Turki, Qatar, Mesir, dan Yordania. Dalam rangkaian kunjungan ini, Presiden berupaya membahas kerja sama perdagangan untuk membuka peluang ekspor baru bagi Indonesia. “Pak Prabowo ingin menjadikan hubungan dengan negara-negara tersebut sebagai peluang strategis bagi ekspor Indonesia. Ini waktunya produk kita diperluas ke pasar-pasar baru,” jelas Muzani.
Langkah ini dianggap sebagai strategi jangka panjang untuk mengurangi ketergantungan Indonesia pada pasar AS, serta untuk mengantisipasi dampak fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap perdagangan internasional. Sementara itu, kondisi pasar modal Indonesia masih menunjukkan tren lesu. Pada Rabu yang sama, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah 0,47% atau 28,15 poin ke level 5.967,9. Perdagangan mencatatkan 1,09 juta transaksi dengan total nilai Rp 12,08 triliun, di mana dari 793 saham yang diperdagangkan, 298 saham menguat, 307 saham turun, dan 188 stagnan.
Meski IHSG menunjukkan penurunan, nilai tukar rupiah sedikit menguat selama perdagangan, berada di level Rp 16.872 per dolar AS. Data Bloomberg mencatat peningkatan sebesar 18,5 poin atau 0,11% dibandingkan dengan hari sebelumnya. Kenaikan ini menjadi harapan di tengah melemahnya ekonomi global, di mana cara terbaik untuk merespons adalah dengan mendorong ekspor.
Melemahnya rupiah juga memberikan tekanan tambahan pada sektor impor, namun hal ini membuka celah bagi peluang ekspor yang lebih besar. Dengan harga produk lokal yang menjadi lebih kompetitif, pemerintah diharapkan bisa segera melaksanakan kebijakan yang mendorong sektor produksi dan distribusi ekspor. Menurut banyak pengamat ekonomi, langkah Prabowo menantang dengan kerja sama perdagangan di Timur Tengah dan Afrika Utara dapat menjadi titik balik strategis untuk memperkuat posisi rupiah.
Dengan melihat kondisi saat ini, semakin jelas bahwa dorongan untuk memperluas pasar ekspor menjadi solusi jangka menengah yang penting untuk stabilisasi ekonomi Indonesia. Di tengah gelombang ketidakpastian di pasar global, seperti potensi dampak dari kebijakan perdagangan internasional dan perubahan iklim ekonomi yang dipicu oleh kebijakan negara lain, fokus pada pasar baru bisa membawa winds of change ke dalam perekonomian yang mungkin saat ini tengah terpuruk.
Khususnya di Timur Tengah, negara-negara seperti UEA, Qatar, dan Turki memiliki potensi besar sebagai pasar baru untuk produk-produk Indonesia. Di sisi lain, pemerintah juga dituntut untuk memperbaiki dorongan terhadap sektor produksi dalam negeri agar dapat menyuplai kebutuhan pasar luar negeri. Kinerja perdagangan luar negeri Indonesia ke depan akan sangat dipengaruhi oleh seberapa jauh pemerintah dan pelaku usaha mampu beradaptasi dengan perubahan yang ada, serta mengeksplorasi potensi-potensi baru dalam menjalin hubungan perdagangan internasional yang lebih beragam.