Rodrigo Duterte Ditangkap: Eks Presiden Filipina Diperintahkan ICC

Mantan Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, ditangkap pada Selasa (11/3) di Bandara Internasional Ninoy Aquino, Manila. Penangkapan ini dilakukan berdasarkan surat perintah dari Interpol yang dikeluarkan oleh Mahkamah Pidana Internasional (ICC) sebagai tindak lanjut dari tuduhan serius mengenai pelanggaran hak asasi manusia selama masa kepemimpinannya.

Duterte, yang kini berusia 79 tahun, dikenal dengan kebijakannya yang keras terhadap narkoba, yang telah menjadi salah satu ciri paling kontroversial dari pemerintahannya. Selama periode tersebut, banyak laporan menyebutkan bahwa puluhan ribu tersangka pengedar dan pengguna narkoba terbunuh dalam berbagai operasi yang diduga dilakukan tanpa proses hukum yang sesuai. Kelompok hak asasi manusia mengklaim bahwa banyak dari mereka yang menjadi korban adalah orang-orang tak bersenjata, sementara Duterte sendiri telah membantah tuduhan ini sebagai bagian dari fitnah politik.

Penangkapan Duterte dilakukan mendekati dua tahun setelah ia meninggalkan kursi kepresidenan. Pasca pengunduran diri Filipina dari ICC pada tahun 2019, Duterte menolak untuk bekerja sama dengan penyelidikan dari lembaga internasional tersebut. Meskipun demikian, presiden saat ini, Ferdinand Marcos Jr., sebelumnya menyatakan bahwa pemerintahannya akan bersikap kooperatif jika permintaan penangkapan oleh polisi internasional terkait Duterte diajukan.

Ketegangan antara Duterte dan ICC bermula sejak institusi tersebut memulai penyelidikan awal terhadap dugaan pelanggaran yang terjadi selama perang narkoba, di mana lebih dari 30.000 kematian dilaporkan terjadi. Pada bulan Maret 2021, ICC memutuskan untuk melanjutkan penyelidikan resmi terhadap Duterte dan mantan pejabat pemerintah lainnya, meskipun Duterte menganggap langkah tersebut sebagai intervensi terhadap kedaulatan Filipina.

Sebagian besar masyarakat internasional telah menyerukan pertanggungjawaban atas tindakan kekerasan yang dialami oleh banyak orang selama masa kepemimpinan Duterte. Penangkapan ini menciptakan dampak luas baik di dalam negeri Filipina maupun di kancah internasional, dengan banyak pihak mengawasi perkembangan selanjutnya.

Klinik-klink hukum dan pengamat hak asasi manusia memuji langkah ini sebagai langkah maju dalam upaya untuk menegakkan keadilan. “Ini adalah sinyal bahwa tidak ada seorang pun di atas hukum, terlepas dari posisi atau kekuasaan yang dimiliki,” ungkap seorang pengacara hak asasi manusia.

Sementara itu, beberapa pendukung Duterte tetap bersikap defensif, menyatakan bahwa tindakan kerasnya terhadap narkoba sangat dibutuhkan untuk menjamin keamanan publik di Filipina. Mereka berpendapat bahwa banyak dari kematian yang dilaporkan adalah konsekuensi dari tindakan kriminal yang mendalam dan meluas di negara tersebut.

Penangkapan ini juga mengundang reaksi beragam dari negara-negara lain, dengan beberapa pemimpin dunia mengekspresikan keprihatinan tentang perlindungan hak asasi manusia di Filipina. Dalam konteks ini, menjadi menarik untuk melihat bagaimana pemerintah Filipina saat ini akan menyikapi situasi di mana mantan pemimpin mereka menghadapi kejahatan berat di pengadilan internasional.

Masyarakat mengharapkan bahwa isu ini tidak hanya berfokus pada Rodrigo Duterte, tetapi juga merangsang pembahasan lebih luas mengenai perlunya reforma dan penerapan hukum yang lebih baik di Filipina. Dengan penangkapan ini, ICC mengingatkan kita bahwa praktik-praktik pelanggaran hak asasi manusia tidak dapat dibiarkan tanpa konsekuensi, dan penting bagi setiap negara untuk bertanggung jawab atas tindakan para pemimpinnya.

Kesempatan untuk menegakkan keadilan ini akan menjadi sorotan di depan publik, dan banyak pihak menunggu langkah lanjutan dari pengadilan dan pemerintah Filipina seiring dengan berjalannya waktu.

Back to top button