
Sekitar 180.000 jamaah Muslim melaksanakan salat Tarawih di Masjid Al-Aqsa di Yerusalem pada malam ke-26 Ramadan, sambil menantikan malam suci Lailatul Qadar. Meskipun dalam situasi yang sulit, banyak dari mereka tetap berusaha untuk memenuhi panggilan Allah di masjid yang dianggap sebagai salah satu tempat terpenting dalam Islam. Lailatul Qadar, yang dikenal sebagai malam diturunkannya Al-Quran, jatuh pada salah satu dari sepuluh malam terakhir Ramadan, dan dianggap oleh umat Islam sebagai malam yang penuh berkah dan rahmat.
Laporan dari Departemen Wakaf Islam di Yerusalem menyebutkan bahwa sambutan jamaah pada malam tersebut sangat besar, meskipun Israel memberlakukan pembatasan ketat bagi warga Palestina. Otoritas lokal Palestina, melalui Kegubernuran Yerusalem, mengonfirmasi bahwa tegasnya tindakan pendudukan Israel telah menjadikan kota Yerusalem seolah menjadi zona militer, yang menyulitkan akses bagi umat Muslim untuk beribadah di Al-Aqsa, terutama pada malam-malam penting seperti ini.
Saksi mata mencatat, meski dihadapkan pada banyak rintangan, sejumlah ribuan jemaah yang berasal dari berbagai kota dan desa di Palestina berusaha untuk mencapai Masjid Al-Aqsa. Momen ini juga diwarnai oleh sejumlah bus yang tiba di Yerusalem, sebagai bagian dari inisiatif lokal untuk membangkitkan kembali semangat Lailatul Qadar di Al-Aqsa. Namun, upaya banyak jamaah untuk melaksanakan salat di dalam masjid terhambat oleh kebijakan otoritas Israel yang melarang warga Palestina dari Tepi Barat yang berusia di bawah 55 tahun untuk pria dan 50 tahun untuk wanita.
“Ribuan warga berupaya memasuki Yerusalem namun sebagian besar terhalang oleh kehadiran pasukan yang telah menguatkan posisi di berbagai pos pemeriksaan,” ujar laporan dari kantor berita Palestina, WAFA. Kejadian ini menunjukkan betapa kompleksnya situasi yang dihadapi oleh warga Palestina saat berusaha menjalankan ibadah di tempat suci mereka.
Selama beberapa bulan terakhir, ketegangan di wilayah Tepi Barat semakin meningkat, dengan laporan menyebutkan bahwa hampir 938 warga Palestina telah tewas dan sekitar 7.000 lainnya mengalami luka-luka akibat serangan oleh tentara Israel dan pemukim ilegal. Kementerian Kesehatan Palestina mengonfirmasi bahwa skenario ini menciptakan suasana yang penuh kecemasan dan ketidakpastian.
Malam Lailatul Qadar memiliki makna yang mendalam bagi umat Islam. Di malam ini, banyak jamaah akan berkumpul di masjid, menghabiskan malam untuk salat dan doa, berharap mendapatkan berkah dari Allah. Dalam pandangan umat Muslim, melakukan ibadah pada Lailatul Qadar dipercaya sebagai salah satu cara untuk mendapatkan ampunan dan keberkahan yang berlipat ganda. Aktivitas ini menjadi semakin relevan mengingat situasi politik dan sosial yang rumit di sekeliling tempat suci tersebut.
Berbagai organisasi hak asasi manusia juga mengamati dan melaporkan pembatasan yang dikenakan oleh pihak berwenang Israel, menyoroti tantangan yang dihadapi warga Palestina untuk beribadah di tempat yang mereka anggap sakral. Kondisi ini menyebabkan banyak warga terpaksa melaksanakan salat tidak di dalam masjid tetapi di luar gerbang, menggambarkan tekad mereka untuk tetap menjalankan kewajiban agama meskipun dihadapkan pada banyak rintangan.
Momen Lailatul Qadar di Masjid Al-Aqsa bukan hanya sebuah peristiwa keagamaan, tetapi juga mencerminkan ketegangan geopolitik yang terus berlanjut dalam konflik Israel-Palestina. Perjuangan warga Palestina untuk meraih tempat di sana tidak hanya sekadar perjalanan spiritual, tetapi juga simbol perlawanan terhadap pembatasan yang dikenakan oleh otoritas Israel. Mereka percaya bahwa meski dalam penindasan, keyakinan dan harapan akan masa depan yang lebih baik tidak akan pernah padam.