
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengumumkan bahwa Indonesia berencana untuk meningkatkan volume impor dari Amerika Serikat (AS) sebagai langkah strategis untuk mengurangi defisit neraca perdagangan. Kebijakan ini diambil sebagai respons terhadap penerapan tarif balasan sebesar 32 persen yang diberlakukan oleh AS terhadap Indonesia. Dengan penambahan volume impor ini, diharapkan dapat memperkecil selisih perdagangan yang saat ini mencapai angka signifikan, yaitu US$18 miliar.
Dalam konferensi pers yang diadakan pada Senin, 7 April 2025, Airlangga menjelaskan bahwa isu ini menjadi salah satu topik utama dalam rapat koordinasi yang melibatkan lebih dari 100 asosiasi pengusaha. Dalam rapat tersebut, ia menekankan sektor yang paling terdampak oleh kebijakan tarif dari pemerintahan Donald Trump adalah sektor makanan dan pakaian jadi. Komoditas tersebut merupakan andalan ekspor Indonesia yang kini tengah menghadapi tantangan besar.
“Menurut arahan Bapak Presiden, langkah ini merupakan upaya untuk menekan delta antara impor dan ekspor kita yang mencapai angka US$18 miliar,” ungkap Airlangga, merujuk pada usaha untuk meningkatkan neraca perdagangan yang lebih sehat.
Untuk merealisasikan rencana ini, Airlangga memastikan bahwa Indonesia akan mengimpor produk-produk dari AS yang telah menjadi bagian dari portofolio impor, di antaranya adalah gandum, kapas, dan migas. Dia juga menambahkan bahwa Indonesia akan memilih 10 produk teratas untuk diimpor dan diekspor, termasuk elektronik, mebel kayu, sepatu, tembaga, serta emas untuk ekspor, dan berbagai produk semi-konduktor dari sisi impor.
Langkah-langkah ini telah diantisipasi akan dimasukkan dalam proposal negosiasi yang akan disampaikan kepada AS, sebagai bagian dari upaya untuk menyusun strategi perdagangan yang lebih baik. Airlangga juga menegaskan bahwa pemerintah Indonesia sedang melakukan kajian menyeluruh untuk menentukan berbagai cara lain yang dapat ditempuh guna mengatasi angka defisit perdagangan ini, termasuk penerapan kebijakan non-tariff measures.
Dalam konteks tarif, ia menjelaskan bahwa tarif impor terhadap produk yang diimpor dari AS relatif rendah, yaitu sekitar 5 persen. Beberapa produk seperti gandum dan kedelai bahkan sudah dikenakan tarif 0 persen. Selain itu, pemerintah juga akan mempertimbangkan aspek pajak penghasilan (PPH) dan pajak pertambahan nilai (PPN) pada setiap produk yang diimpor.
Dalam menghadapi situasi ini, langkah-langkah yang diambil pemerintah diharapkan dapat memperkuat posisi Indonesia di pasar global, serta meningkatkan daya tawar dalam hubungan dagang dengan AS. Rencana peningkatan volume impor ini pun diharapkan dapat meminimalisir dampak negatif dari kenaikan tarif yang diputuskan oleh pihak AS, sembari memastikan pertumbuhan ekonomi tetap terjaga.
Berkaitan dengan upaya untuk mengurangi defisit perdagangan ini, pemerintah juga aktif dalam melakukan komunikasi dengan pihak United States Trade Representative (USTR). Negosiasi tarif dagang ini menjadi salah satu fokus perhatian, untuk menemukan solusi yang saling menguntungkan bagi kedua negara. Upaya ini tidak hanya bertujuan untuk mencegah kerugian dalam sektor perdagangan, tetapi juga untuk menciptakan hubungan yang lebih baik antar negara.
Secara keseluruhan, langkah peningkatan impor dari AS ini tidak hanya menjadi solusi untuk masalah perdagangan, tetapi juga menunjukkan komitmen Indonesia dalam menghadapi tantangan global yang semakin kompleks, khususnya di tengah tekanan tarif yang semakin meningkat. Dengan pengelolaan yang baik dan strategis, diharapkan Indonesia dapat mencapai keseimbangan perdagangan yang lebih baik di masa depan.