Review Film The King of Kings: Iman dari Perspektif Anak

Film The King of Kings (2025) hadir sebagai sebuah karya animasi yang mengisahkan perjalanan spiritual dengan pendekatan yang segar, yakni melalui sudut pandang seorang anak kecil. Dengan durasi sekitar 105 menit, film ini menggabungkan elemen drama keluarga dan religi, menawarkan cara yang unik untuk memahami iman sehingga dapat diakses oleh penonton dari berbagai kalangan.

Cerita dalam The King of Kings dimulai dengan sosok Charles Dickens, seorang penulis legendaris Inggris yang diperankan oleh Kenneth Branagh. Dalam sebuah kegiatan di London, Dickens membacakan A Christmas Carol, dan di saat yang sama menceritakan kisah Yesus Kristus kepada putranya, Walter. Upaya tersebut dilakukan ketika Walter, yang disuarakan oleh Roman Griffin Davis, membuat onar. Dickens berharap dapat menyentuh hati anaknya melalui kisah Yesus, yang penuh dengan keajaiban dan makna mendalam.

Film ini disutradarai oleh Seong-ho Jang dan terinspirasi dari karya Dickens yang berjudul The Life of Our Lord, yang sebelumnya hanya diperuntukkan bagi keluarganya. Pembacaan yang dilakukan oleh Dickens membawa Walter untuk membayangkan dirinya terlibat langsung dalam perjalanan Yesus, menyaksikan momen-momen penting seperti mukjizat dan pengorbanan di kayu salib.

Dalam hal produksi, The King of Kings dibintangi oleh jajaran pengisi suara yang sangat mengesankan, termasuk Oscar Isaac sebagai Yesus, Uma Thurman sebagai Catherine (istri Dickens), serta Forest Whitaker, Mark Hamill, Ben Kingsley, dan Pierce Brosnan yang turut mengisi suara beberapa karakter penting dalam narrasi film ini.

Sebagai inti emosional dari film, performa Kenneth Branagh dan Roman Griffin Davis sangat berhasil menyampaikan hubungan ayah dan anak. Suara Oscar Isaac memberikan nuansa tenang dan damai yang mendalami sosok Yesus, menjadikan kisah Injil lebih mudah dipahami oleh penonton yang mungkin belum akrab dengan cerita tersebut. Hal ini menjadi nilai lebih, terutama bagi anak-anak yang menjadi target utama film ini.

Visualisasi dalam film The King of Kings patut mendapatkan pujian. Meskipun tidak sehalus animasi dari studio besar, penggambaran adegan seperti Yesus berjalan di atas air dan mukjizat memberi makan 5.000 orang disajikan dengan warna yang memikat. Gaya animasi yang digunakan memberikan kesan seperti lukisan, memberikan dimensi artistik yang berbeda dibandingkan dengan animasi digital pada umumnya. Estetika visual yang khas ini memperkuat dampak emosional dari film itu sendiri.

Film ini dirilis pada momen Paskah, menjadikannya pilihan yang tepat untuk tontonan keluarga. Bagi penonton Kristiani, The King of Kings menawarkan sebuah cara yang menarik untuk menjelaskan kisah Yesus dan nilai-nilai spiritual kepada generasi muda. Di sisi lain, bagi penonton yang bukan Kristiani, film ini tidak hanya bercerita tentang Yesus, tetapi juga menggali tema hubungan ayah dan anak serta pentingnya menyampaikan nilai kasih yang universal.

Dengan semua elemen tersebut, The King of Kings menunjukkan kemampuannya dalam menyentuh hati banyak orang, terlepas dari latar belakang keagamaan mereka. Film ini diperkirakan akan tayang di bioskop Indonesia mulai 18 April 2025, melanjutkan tradisi menghadirkan film-film yang mendalami aspek spiritual dengan cara yang mudah dicerna. Diharapkan, film ini tidak hanya menjadi hiburan, tetapi juga jembatan bagi penonton muda dalam memahami iman serta nilai-nilai kasih.

Berita Terkait

Back to top button