
Beberapa negara Arab di kawasan Asia Barat menggemakan kecaman keras terhadap tindakan Israel yang menghalangi masuknya bantuan kemanusiaan internasional ke Jalur Gaza. Mereka menilai bahwa langkah ini merupakan upaya untuk menekan Hamas, organisasi yang memerintah Gaza, agar menerima proposal yang diajukan oleh Amerika Serikat terkait perpanjangan fase pertama perjanjian gencatan senjata yang telah berakhir.
Kementerian Luar Negeri Qatar mengeluarkan pernyataan resmi yang menyatakan penolakan mereka terhadap “penggunaan makanan sebagai senjata perang dan kelaparan yang disengaja terhadap warga sipil.” Qatar mengecam keputusan Israel yang menghentikan aliran bantuan kemanusiaan ke Gaza, menganggap tindakan tersebut sebagai pelanggaran jelas terhadap perjanjian gencatan senjata, hukum humaniter internasional, serta Konvensi Jenewa Keempat.
Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Yordania menilai bahwa tindakan Israel melanggar perjanjian gencatan senjata dan mengingatkan bahwa hal ini menimbulkan risiko serius terhadap terjadinya eskalasi baru konflik di Gaza. Yordania juga mengutuk penghentian bantuan sebagai pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional.
Selain Qatar dan Yordania, Mesir serta Arab Saudi turut angkat suara. Arab Saudi, dalam siaran persnya, menyebut keputusan Israel untuk menghentikan bantuan kemanusiaan sebagai alat pemerasan dan hukuman kolektif yang mencolok terhadap hukum internasional. Kementerian Luar Negeri Saudi mendesak masyarakat internasional untuk menghentikan pelanggaran serius yang dilakukan Israel.
Kementerian Luar Negeri Mesir menegaskan bahwa tidak ada alasan yang dapat dibenarkan untuk menggunakan kelaparan sebagai senjata terhadap warga sipil yang tidak bersalah, terutama selama bulan suci Ramadan. Kuwait juga menyatakan bahwa keputusan Israel mencerminkan pengabaian terhadap hukum internasional dan dampak perang yang brutal terhadap Gaza.
Perang yang telah berlangsung selama 15 bulan ini telah mengakibatkan kematian lebih dari 48.000 warga Palestina dan melukai lebih dari 111.000 orang. Jumlah korban yang terus meningkat ini menunjukkan betapa parahnya dampak konflik ini terhadap kehidupan sehari-hari warga Palestina di Gaza, yang sudah sangat bergantung pada bantuan internasional.
Tindakan Israel dalam memblokade bantuan ke Gaza dianggap sebagai strategi yang tidak manusiawi dan melanggar prinsip-prinsip dasar hukum humaniter internasional. Dalam konteks ini, para pemimpin dan pejabat Arab menekankan pentingnya solidaritas regional dan dukungan internasional untuk membantu rakyat Palestina yang menderita.
Dalam pernyataan terpisah, berbagai organisasi kemanusiaan dan lembaga internasional juga mengekspresikan keprihatinan terkait pemblokiran bantuan. Mereka menegaskan bahwa warga sipil di Gaza sudah dalam keadaan krisis kemanusiaan yang parah dan mendesak negara-negara yang berkonflik untuk menempatkan kepentingan kemanusiaan di atas kepentingan politik.
Keberlanjutan pemblokiran ini dapat berpotensi meningkatkan ketegangan di kawasan dan mengancam stabilitas regional di masa yang akan datang. Apalagi, bulan suci Ramadan seharusnya menjadi waktu untuk berbagi dan membantu mereka yang membutuhkan, bukan menjadi ajang untuk melanggengkan konflik dengan mendiskriminasi akses terhadap kebutuhan dasar rakyat Palestina.
Berdasarkan kondisi ini, banyak yang berharap agar suara negara-negara Arab, yang bersatu dalam kecaman akan tindakan Israel, dapat menghasilkan tekanan yang cukup bagi komunitas internasional untuk segera bertindak dan memfasilitasi pengiriman bantuan kemanusiaan kepada warga Gaza yang sangat membutuhkannya.