
Kinerja industri perbankan syariah di Indonesia menunjukkan tanda-tanda pertumbuhan yang moderat pada bulan Februari 2025. Data terbaru dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan bahwa pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan syariah tumbuh sebesar 9,17% secara tahunan, atau year on year (YoY). Angka ini meningkat dari Rp588,86 triliun pada Februari 2024 menjadi Rp642,64 triliun pada Februari 2025. Namun, laju pertumbuhan ini mengalami pelambatan dibandingkan dengan angka 9,77% YoY yang tercatat pada bulan Januari 2025.
Dalam laporan tersebut, OJK juga mencatat bahwa sektor asuransi syariah mengalami pertumbuhan sebesar 7,91%, sementara piutang pembiayaan syariah tumbuh 9,98%. Data ini menunjukkan antusiasme yang masih kuat di sektor pembiayaan syariah meskipun ada pelambatan. OJK menggarisbawahi pentingnya pemantauan perkembangan ini untuk menjaga kesehatan sektor perbankan syariah di tanah air.
Dari aspek dana pihak ketiga (DPK), perbankan syariah berhasil mengumpulkan nilai sebesar Rp729,56 triliun pada Februari 2025, mencatatkan pertumbuhan 7,91% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Angka ini sedikit menurun dibandingkan total DPK pada bulan Januari 2025 sebesar Rp737,39 triliun, yang menunjukkan bahwa industri ini harus tetap waspada terhadap fluktuasi dalam pengumpulan simpanan.
Dalam analisis yang lebih komprehensif, aset perbankan syariah pada periode yang sama tercatat sebesar Rp949,96 triliun, dengan pangsa pasar atau market share sebesar 7,44% dari total keseluruhan perbankan nasional. Ini menandakan bahwa meskipun pertumbuhan melambat, industri perbankan syariah masih berkontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional.
Rasio kinerja juga menunjukkan perbaikan, di mana rasio pembiayaan terhadap pendanaan (FDR) baik dari bank umum syariah (BUS) maupun unit usaha syariah (UUS) tercatat meningkat menjadi 87,46%, dibandingkan dengan 86,04% pada bulan sebelumnya. Ini menjadi indikasi positif bagi likuiditas dan manajemen risiko di kalangan perbankan syariah.
Dalam hal permodalan, nilai capital adequacy ratio (CAR) bank umum syariah tercatat sebesar 25,1%, yang masih berada dalam batas aman meskipun sedikit turun dari 25,3% pada Januari 2025. Rasio ini penting untuk menjaga stabilitas dan keberlanjutan operasional bank.
Sementara itu, tingkat profitabilitas atau return on asset (ROA) untuk industri perbankan syariah tercatat pada angka 1,89%, sedikit turun dari 1,9% di bulan sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa efisiensi penggunaan aset masih memerlukan perhatian agar tetap dalam tren positif.
Kualitas pembiayaan di sektor ini juga dapat bernafas lega dengan rasio non-performing financing (NPF) gross yang tercatat sebesar 2,21% pada Februari 2025, dengan NPF nett di angka 0,87%. Angka-angka ini menunjukkan bahwa risiko kredit yang ditanggung oleh bank syariah masih dalam kategori dapat diterima, meskipun selalu ada peluang untuk perbaikan lebih lanjut.
Dari sudut pandang likuiditas, rasio alat likuid terhadap non-core deposit (AL/NCD) untuk bank umum syariah mencapai 133,46% per Februari 2025. Selain itu, rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga (AL/DPK) juga menunjukkan angka yang sehat di level 27,78%. Rasio ini memberikan gambaran bahwa perbankan syariah cukup mampu menghadapi volatilitas pasar dan permintaan akan likuiditas.
Secara keseluruhan, meskipun kinerja keuangan perbankan syariah menunjukkan tanda-tanda pelambatan pertumbuhan, indikator-indikator lain seperti rasio kinerja, permodalan, dan kualitas pembiayaan masih menunjukkan perkembangan yang positif. Langkah ke depan bagi industri ini adalah untuk terus berinovasi dan beradaptasi dengan kondisi perekonomian yang dinamis, demi menjaga pertumbuhan yang berkelanjutan.