
Raja Yordania Abdullah II menegaskan penolakan terhadap segala upaya pemindahan warga Palestina dari Jalur Gaza dan Tepi Barat dalam pertemuan dengan delegasi kongres AS yang dipimpin oleh Darrell Issa di Amman. Pernyataan tersebut diumumkan oleh pengadilan kerajaan pada Jumat, 21 Februari 2025. Raja Abdullah menyampaikan bahwa keadilan yang adil harus diterima oleh rakyat Palestina dan menekankan pentingnya dukungan internasional, khususnya dari Amerika Serikat, dalam mewujudkan perdamaian di kawasan tersebut.
Konteks pertemuan ini muncul di tengah peningkatan ketegangan akibat eskalasi militer Israel di Tepi Barat. Dalam pernyataan itu, Raja Abdullah menyoroti bahwa Amerika Serikat memiliki peran penting dalam mendukung pencapaian perdamaian yang layak di Gaza dan wilayah sekitarnya. “Raja juga menekankan perlunya mengintensifkan upaya internasional untuk mencapai perdamaian yang adil dan menyeluruh berdasarkan solusi dua negara,” ungkap pernyataan tersebut yang dilansir dari ANews.
Lebih lanjut, Raja Abdullah menyerukan agar perjanjian gencatan senjata di Gaza dapat dipertahankan. Ia juga menekankan pentingnya meningkatkan akses dan jumlah bantuan kemanusiaan untuk warga Palestina yang sangat membutuhkan. Panggilan untuk memperkuat bantuan kemanusiaan ini menjadi semakin mendesak di tengah krisis yang dihadapi oleh banyak warga Gaza akibat konflik yang berkepanjangan.
Usulan kontroversial yang dikemukakan oleh mantan Presiden AS, Donald Trump, juga menjadi sorotan dalam diskusi ini. Trump sebelumnya mengusulkan rencana yang mengusik banyak pihak, termasuk niat untuk relokasi warga Palestina di Gaza ke negara-negara lain, dengan harapan menjadikan Gaza sebagai “Riviera Timur Tengah”. Rencana tersebut dengan cepat menuai reaksi negatif baik dari dalam negeri maupun internasional, dengan banyak negara Arab serta sekutu AS seperti Inggris mengekspresikan penolakan mereka.
Usulan Trump yang kontroversial muncul di tengah upaya gencatan senjata antara kelompok Hamas dan Israel, sebuah langkah yang dianggap dapat mengganggu proses perdamaian yang sudah berjalan. Krisis kemanusiaan di Gaza menjadi bahan pertimbangan yang penting dalam setiap diskusi tentang masa depan wilayah ini, menyoroti kebutuhan mendesak akan solusi yang dapat diterima oleh semua pihak yang terlibat.
Raja Abdullah menegaskan bahwa keadilan bagi rakyat Palestina harus menjadi prioritas dalam setiap perundingan. “Kami tidak akan menerima ide yang bertujuan untuk menggusur warga Palestina dari tanah air mereka,” tegasnya. Sebagai pemimpin negara yang berbatasan langsung dengan Palestina, Raja Abdullah berkomitmen untuk tetap mendukung populasi Palestina dan menentang segala bentuk upaya yang berpotensi merugikan mereka. Situasi ini menjadikan peran Yordania sebagai mediator dalam konflik ini sangat krusial.
Dalam konteks ini, pengaruh Amerika Serikat dianggap penting untuk mendorong dialog yang konstruktif antara Israel dan Palestina, mengingat sejarah panjang keterlibatan AS dalam proses perdamaian di kawasan tersebut. Raja Abdullah mengingatkan bahwa partisipasi aktif AS sangat diperlukan untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pencapaian perdamaian yang berkelanjutan.
Dengan latar belakang ini, interaksi antara Yordania dan delegasi AS membuka peluang bagi dialog baru yang bertujuan meningkatkan kondisi hidup bagi warga Palestina serta menciptakan stabilitas di kawasan Timur Tengah. Melalui pendekatan yang berfokus pada keadilan dan pengakuan hak-hak manusia, Raja Abdullah mengajak semua pihak untuk bersama-sama menciptakan perdamaian yang adil dan terjangkau dalam konteks konfrontasi yang terus berlangsung. Berita ini mencerminkan betapa kompleksnya dinamika geopolitik di Timur Tengah, serta pentingnya kehadiran dialog internasional dalam mengatasi konflik yang berkepanjangan.