Raja Yordania Sindir Provokasi Ekstremis Israel, Tolak Pemindahan Warga Palestina

Raja Yordania Abdullah II menegaskan penolakannya terhadap pemindahan warga Palestina di Jalur Gaza dan memperingatkan tentang bahaya provokasi yang dilakukan oleh ekstremis Israel. Pernyataan tersebut disampaikan pada pertemuan puncak darurat Arab yang berlangsung di Kairo, Mesir, pada Selasa, 4 Maret 2025. Abdullah menyatakan bahwa pemindahan penduduk Palestina akan memiliki konsekuensi serius di tengah meningkatnya ketegangan di wilayah Tepi Barat yang diduduki.

Dalam pertemuan ini, Abdullah menekankan pentingnya memiliki rencana yang jelas dan terstruktur untuk rekonstruksi Gaza, yang seharusnya tidak melibatkan penggusuran penduduk yang sudah ada. Ia mendesak agar rencana tersebut mengikuti jadwal waktu yang ditetapkan dan disampaikan kepada para mitra internasional guna mendapatkan dukungan global. “Rekonstruksi Gaza harus dilakukan dengan cara yang tidak merugikan penduduknya,” ungkap Abdullah, seperti dilansir oleh ANews.

Sementara itu, presiden Mesir, Abdel Fattah al-Sisi, yang turut hadir dalam pertemuan, juga mengungkapkan pentingnya rekonstruksi Gaza tanpa mengusir penduduk. Al-Sisi mendorong pembentukan dana untuk mendukung rencana tersebut dan mengumumkan akan diadakannya konferensi internasional tentang rekonstruksi Gaza yang direncanakan untuk bulan April mendatang.

Abdullah II mengingatkan bahwa bulan suci Ramadan, yang akan segera tiba, harus dijaga dari eskalasi yang berbahaya. Ia juga menyoroti fakta bahwa provokasi dari kelompok ekstremis dalam pemerintahan Israel dapat semakin mengganggu stabilitas kawasan. “Ketika konflik meningkat, yang menjadi korbannya adalah rakyat sipil,” tambah Abdullah.

Lebih lanjut, Raja Yordania menegaskan kembali bahwa solusi dua negara adalah satu-satunya jalan menuju perdamaian yang adil dan menyeluruh. Dia menekankan pentingnya mendirikan negara Palestina yang merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya. Hal ini diharapkan dapat membawa stabilitas jangka panjang bagi seluruh wilayah.

Dalam konteks ini, Abdullah juga mendesak masyarakat internasional untuk memperhatikan upaya reformasi Otoritas Palestina agar dapat lebih baik melayani kepentingan rakyat Palestina. Ia menekankan pentingnya pendekatan pragmatis dalam pengelolaan Gaza dan melakukan integrasi yang lebih baik dengan Tepi Barat untuk memastikan penyediaan layanan penting dan keamanan bagi warga.

Raja Abdullah II dan presiden al-Sisi pun sepakat bahwa diperlukan gencatan senjata untuk menghentikan kekerasan. Kehadiran bantuan internasional dalam proses rekonstruksi sangat diharapkan agar rakyat Palestina dapat hidup dengan tenang dan terlindungi dari konflik lebih lanjut.

UNICEF juga telah mengeluarkan peringatan mengenai dampak serius dari penghentian bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza. Anak-anak di kawasan tersebut diperkirakan akan menghadapi risiko yang besar jika situasi tetap berlanjut tanpa adanya intervensi yang signifikan.

Dalam suasana yang penuh tantangan ini, harapan akan perdamaian dan akhirnya dapat membangun kembali Gaza tetap menjadi fokus utama. Dengan adanya dukungan dari komunitas internasional, diharapkan langkah-langkah konstruktif dapat diambil untuk mengatasi masalah yang berkepanjangan ini dan memberikan masa depan yang lebih baik bagi rakyat Palestina.

Back to top button