
Perancang chip seluler Qualcomm baru-baru ini mengumumkan proyeksi pendapatan kuartal ketiga 2025 yang diperkirakan tidak memenuhi ekspektasi pasar. Hal ini terjadi akibat dampak dari perang dagang antara Amerika Serikat dan China yang dipicu oleh kebijakan era Presiden Donald Trump, serta langkah strategis dari Apple yang mulai beralih untuk memproduksi chip modemnya sendiri.
Chief Financial Officer Qualcomm, Akash Palkhivala, menyatakan bahwa proyeksi pendapatan untuk kuartal III mencerminkan dampak tarif yang diterapkan saat ini. Meskipun demikian, ia menegaskan bahwa situasi tersebut dapat berubah dengan cepat seiring dengan perkembangan situasi perdagangan antara AS dan China. “Kami tidak melihat dampak material dan langsung yang signifikan. Ada dampak [kebijakan tarif] langsung yang lebih kecil dan beberapa perubahan kecil dalam permintaan. Sulit bagi kami untuk memprediksinya,” ungkap Palkhivala dalam konferensi dengan analis yang dikutip oleh Reuters.
Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa Qualcomm memperkirakan pendapatan kuartal ketiga sedikit di bawah angka ekspektasi Wall Street, terutama karena permintaan chip ponsel pintar yang lesu. Menariknya, permintaan yang berkurang ini disebabkan juga oleh tindakan Apple yang, sebagai pelanggan terbesar Qualcomm, mulai memproduksi chip modemnya sendiri. Para analis memperkirakan bahwa volume pembelian modem dari Qualcomm oleh Apple akan menurun seiring dengan pengintegrasian chip buatan sendiri ke dalam lebih banyak produk Apple.
Saham Qualcomm mengalami penurunan yang signifikan, di mana sebelumnya sudah turun lebih dari 3% sepanjang tahun ini, kembali merosot hingga 6% dalam perdagangan setelah penutupan pasar. Investor menunjukkan kekhawatiran mereka terhadap gejolak perdagangan global yang dapat memengaruhi permintaan terhadap produk Qualcomm. Meskipun saat ini chip Qualcomm dikecualikan dari tarif tinggi yang diberlakukan oleh Trump, perlambatan pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan berdampak lebih lanjut pada permintaan.
Dalam pengajuan sekuritas terbaru, Qualcomm menggarisbawahi ketidakpastian mengenai dampak tarif serta “tindakan terkait” lainnya terhadap bisnis mereka. Analis dari Summit Insights Group, Kinngai Chan, menunjukkan bahwa “ketidakpastian tarif pasti akan berdampak pada prospek pendapatan Qualcomm karena perusahaan ini terpapar pada pasar akhir ponsel pintar, IoT konsumen, dan otomotif.”
Untuk kuartal fiskal saat ini, Qualcomm, yang berbasis di San Diego, California, memperkirakan kisaran penjualan dengan titik tengah sebesar $10,3 miliar. Angka ini berada di bawah perkiraan rata-rata analis yang mencapai $10,35 miliar, berdasarkan data yang dikumpulkan oleh LSEG.
Qualcomm, sebagai pemasok chip modem terbesar di dunia, memainkan peran penting dalam menghubungkan ponsel pintar dengan jaringan data nirkabel. Dengan pergeseran pasar dan strategi yang dilakukan oleh klien besar seperti Apple, Qualcomm mungkin menghadapi tantangan yang lebih berat di masa mendatang. Ketidakpastian dalam dinamika perdagangan dan pergeseran dalam strategi produk dari pelanggan utama dapat mengubah lanskap industri secara signifikan.
Dengan demikian, proyeksi pendapatan Qualcomm akan menjadi salah satu indikator penting yang akan diperhatikan oleh pelaku pasar dalam beberapa bulan mendatang, terutama dalam konteks perkembangan yang lebih luas di sektor teknologi dan perdagangan internasional. Ketersediaan informasi lebih lanjut mengenai situasi perdagangan dan respons perusahaan terhadap perubahan ini akan menjadi kunci untuk menganalisis prospek masa depan Qualcomm di pasar yang semakin kompetitif.