Putus Asa Kekurangan Tenaga Kerja, Restoran Mamak Malaysia Rekrut Pengungsi Rohingya

Kuala Lumpur, Octopus – Krisis tenaga kerja dalam industri restoran mamak di Malaysia semakin memprihatinkan. Kebijakan pembekuan perekrutan pekerja asing yang diterapkan sejak Februari 2022 telah menyebabkan sektor ini mengalami kekurangan sekitar 25.000 tenaga kerja. Restoran mamak, yang terkenal dengan menu India Muslim dan biasanya beroperasi 24 jam, terpaksa mengurangi jam kerja dan merotasi staf bagi memenuhi kebutuhan operasional.

Wakil Presiden Asosiasi Operator Restoran Muslim Malaysia (PRESMA), Tahir Salam, menyatakan bahwa situasi ini telah mencapai tahap kritis. “Kami menghadapi kekurangan tenaga kerja yang parah, terutama karena banyak pekerja yang selesai kontrak dan memilih untuk tidak kembali,” ujarnya. Krisis ini muncul di tengah upaya pemulihan sektor restoran pascapandemi, di mana pekerja asing yang kembali ke negara asal tidak digantikan dengan yang baru.

Sebagai solusi untuk mengatasi krisis tersebut, PRESMA mengusulkan agar pemerintah Malaysia mengizinkan perekrutan pengungsi Rohingya yang terdaftar di Badan Pengungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNHCR). Saat ini, pengungsi Rohingya berjumlah sekitar 60% dari total 192.000 pengungsi terdaftar di negara tersebut. “Kami siap menerima pengungsi dari Myanmar atau negara lain, asalkan mereka memiliki dokumentasi yang sah dari pemerintah,” tambahnya.

Usulan ini menimbulkan pro dan kontra. Di satu sisi, perekrutan pengungsi dapat mengisi kekosongan tenaga kerja di restoran mamak. Di sisi lain, masih ada kekhawatiran mengenai dampak sosial serta kualitas tenaga kerja yang mungkin tidak memiliki keterampilan yang dibutuhkan untuk beroperasi dalam jam kerja yang panjang.

Sampai saat ini, Malaysia belum menandatangani Konvensi Pengungsi PBB 1951 dan Protokol 1967, yang membuat pengungsi tidak diperbolehkan bekerja secara legal dan hanya dapat terlibat dalam sektor informal. Menteri Wilayah Federal, Zaliha Mustafa, menyatakan bahwa pemerintah sedang mengkaji kebijakan izin kerja bagi pengungsi yang terdaftar di UNHCR. “Kebijakan ini akan diselesaikan setelah seluruh pengungsi dan pencari suaka terdaftar secara resmi di Malaysia,” jelasnya.

Restoran mamak memang berperan yang sangat penting dalam kuliner Malaysia. Namun, banyak pemilik restoran mengalami kesulitan untuk merekrut penduduk lokal. Gaji yang ditawarkan sekitar RM 1.900 (sekitar Rp 6,9 juta) per bulan, yang sudah termasuk fasilitas makan dan penginapan, dianggap tidak menarik. Ini ditambah stigma sosial yang menganggap pekerjaan di sektor restoran kurang bergengsi.

Selain pengusaha restoran yang mengajukan usulan perekrutan pengungsi, mereka juga menginginkan pengembalian sistem “nota pembayaran”, yang memungkinkan penggantian satu per satu pekerja asing tanpa menambah kuota pekerja asing secara keseluruhan. Dengan total 2,47 juta pekerja asing pada Desember 2023, yang menyumbang 15% total tenaga kerja Malaysia, langkah ini diharapkan dapat membantu menstabilkan jumlah tenaga kerja di restoran mamak tanpa melanggar kebijakan yang ada.

Krisis tenaga kerja yang melanda industri restoran mamak di Malaysia menunjukkan perlunya reformasi kebijakan perekrutan. Usulan untuk merekrut pengungsi Rohingya bisa menjadi jalan keluar, namun tetap harus dipertimbangkan secara seksama dampak sosial dan politiknya. Keputusan untuk melaksanakan kebijakan ini sangat bergantung pada pendekatan pemerintah dalam menyikapi masalah perekrutan tenaga kerja asing dan pengungsi, seraya membalas tuntutan pasar yang kian meningkat. Sementara itu, industri restoran mamak berjuang untuk mempertahankan operasional dan memenuhi permintaan yang ada.

Back to top button