Puan Tegaskan Tradisi Tak Boleh Jadi Alasan Pungli di SMAN 4 Medan

Ketua DPR RI Puan Maharani menegaskan bahwa tradisi tidak dapat dijadikan alasan untuk melakukan pungutan liar di lingkungan sekolah, khususnya di SMAN 4 Medan. Pernyataan ini dilontarkan menyusul dugaan pungli yang terjadi di sekolah tersebut, di mana siswa diharuskan membayar sebesar Rp50 ribu untuk biaya pensiun lima guru. Kejadian ini semakin menarik perhatian masyarakat setelah video yang merekam tindakan tersebut viral di media sosial, yang menunjukkan seorang murid ditugaskan untuk mengumpulkan uang dari rekan-rekannya atas instruksi seorang guru.

Menurut informasi yang didapat, masing-masing guru yang pensiun diperkirakan akan menerima sekitar Rp10 juta dari total kolektifan uang yang dipungut. Puan menilai praktik seperti ini menimbulkan masalah serius dalam pengelolaan dunia pendidikan dan mengancam integritas serta profesionalisme institusi pendidikan di Indonesia.

Dalam keterangannya pada Kamis (27/3), Puan menekankan pentingnya menjaga integritas dalam dunia pendidikan, menyatakan bahwa praktik pengumpulan dana yang tidak resmi, apapun yang diklaim sebagai tradisi, tidak dapat dibenarkan. Ia mengingatkan bahwa pendidikan harus berbasis pada transparansi dan akuntabilitas, serta menghindari orientasi finansial yang dapat merusak nilai-nilai luhur pendidikan.

Puan juga menyoroti dampak luas yang dihasilkan dari pungutan liar di sekolah, menegaskan bahwa hal ini dapat menurunkan kepercayaan publik terhadap sistem pendidikan. Lebih jauh, dia menyatakan bahwa tindakan semacam ini dapat menciptakan potensi diskriminasi dalam akses pendidikan dan normalisasi praktik pungli yang sangat tidak sesuai dengan aturan yang berlaku.

Melalui pernyataannya, Puan mendesak pemerintah untuk meningkatkan pengawasan terhadap segala bentuk penggalangan dana di lingkungan sekolah. Ia mengusulkan agar transparansi anggaran pendidikan diperkuat dan peran komite sekolah perlu diperkuat untuk mencegah keterlibatan mereka dalam praktik pungli. Tak hanya itu, dia juga meminta penegakan regulasi yang lebih ketat serta sanksi tegas bagi mereka yang melanggar kewajiban dalam hal ini.

“Pemerintah harus menegakkan aturan yang jelas terkait pungutan di sekolah dan memberikan sanksi tegas kepada pihak yang terbukti melanggar ketentuan. Komite sekolah harus mampu berdiri independen dan berintegritas, tidak ikut terlibat dalam praktik pungli, apapun alasannya,” ungkap Puan.

Lebih lanjut, Puan mengingatkan bahwa masalah ini bukan hanya tanggung jawab satu sekolah, melainkan refleksi dari cara pendidikan dikelola di tingkat daerah. Oleh karena itu, dirinya meminta pemerintah daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, untuk lebih aktif memastikan bahwa sekolah-sekolah di wilayah mereka tidak terlibat dalam praktik pungli.

“Jangan sampai siswa terbebani secara finansial akibat kelalaian dalam pengawasan. Pemerintah daerah harus segera turun tangan dan melakukan evaluasi terhadap kebijakan pendidikan di masing-masing wilayahnya,” tegas Puan.

Kasus ini membuka lembaran baru dalam pengawasan dan pengelolaan pendidikan di Indonesia, yang seharusnya menjadi prioritas demi menciptakan lingkungan pendidikan yang bukan hanya berkualitas tetapi juga berintegritas. Dengan langkah yang tepat, diharapkan pendidikan di Indonesia dapat berkembang lebih baik dan akuntabel, serta terhindar dari praktik-praktik yang merugikan siswa dan orang tua.

Berita Terkait

Back to top button