
Widi Hartoto, salah satu tersangka dalam kasus dugaan korupsi iklan di PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (Bank BJB), menjadi perhatian publik setelah ditetapkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kasus ini melibatkan banyak pihak dan diyakini merugikan negara hingga miliaran rupiah. Widi Hartoto, yang lahir di Jakarta pada tahun 1979, telah memiliki panjang karier di Bank BJB sejak 2004, menjabat di berbagai posisi strategis, termasuk sebagai Sekretaris Perusahaan dan kepala divisi corporate secretary.
Sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK), Widi Hartoto memiliki tanggung jawab dalam menjalin kontrak iklan Bank BJB dengan enam agensi periklanan, yang diduga terkait dengan praktik markup atau penggelembungan harga. Keenam perusahaan tersebut terdiri dari PT Cipta Karya Sukses Bersama, PT Antedja Muliatama, PT Cakrawala Kreasi Mandiri, PT Wahana Semesta Bandung Ekspres, PT BSC Advertising, dan PT Cipta Karya Mandiri Bersama. Proses kontrak tersebut telah menjadi sorotan, mengingat potensi penyalahgunaan wewenang yang dapat terjadi.
Menurut data yang dilaporkan melalui Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) pada 31 Desember 2023, Widi Hartoto memiliki total kekayaan senilai Rp 2,4 miliar. Berikut adalah rinciannya:
A. Tanah dan Bangunan (Total Rp 4,3 Miliar)
1. Tanah dan bangunan seluas 133 meter persegi/68 meter persegi di Kabupaten/Kota Bandung senilai Rp 1,5 miliar.
2. Tanah seluas 300 meter persegi di Kabupaten/Kota Bandung yang diperkirakan bernilai Rp 2,8 miliar.
B. Alat Transportasi dan Mesin (Total Rp 57 Juta)
1. Sepeda motor Vespa Sprint S 150 TFT 2021 senilai Rp 57 juta.
C. Kas dan Setara Kas (Total Rp 25 Juta)
1. Kas yang dimiliki Widi Hartoto senilai Rp 25 juta.
Dari laporan tersebut, aset yang dimiliki mencapai angka Rp 4,3 miliar, sementara Widi juga terdaftar memiliki utang senilai Rp 1,9 miliar. Ini menimbulkan pertanyaan mengenai pengelolaan keuangan pribadi dan profesionalnya dalam konteks jabatan yang dipegang.
Kasus korupsi yang melibatkan Bank BJB bukan hanya sekadar persoalan individu, tetapi berpotensi memengaruhi reputasi bank yang merupakan milik pemerintahan Provinsi Jawa Barat dan Banten. Investigasi KPK sedang berlangsung, dan pada saat yang sama, lembaga tersebut juga mencermati kerugian yang ditimbulkan oleh praktik korupsi ini, yang diperkirakan mencapai Rp 222 miliar.
Sebagai sosok yang pernah menduduki posisi penting di Bank BJB, keberadaan Widi Hartoto di tengah kontroversi ini menambah besarnya sorotan terhadap sistem pengadaan dan transparansi keuangan di lembaga tersebut. Publik berharap agar penyelidikan yang dilakukan oleh KPK dapat memberikan keadilan dan menjawab segala pertanyaan mengenai dugaan perbuatan melawan hukum di bank yang merupakan salah satu institusi keuangan vital di Jawa Barat ini.
Dengan demikian, Widi Hartoto dan kasus korupsi Bank BJB secara keseluruhan menjadi cerminan dari tantangan dalam menjaga integritas lembaga keuangan pemerintah di Indonesia. Proses hukum yang tengah berlangsung akan menjadi perhatian bukan hanya bagi pelaku, tetapi juga bagi masyarakat luas untuk memastikan bahwa keadilan ditegakkan.