Ricky Siahaan, yang dikenal sebagai gitaris dan pendiri band metal Seringai, meninggal dunia pada 19 April 2025, di usia 48 tahun. Berita duka ini menyebar dengan cepat di kalangan penggemar musik rock dan metal Indonesia, yang merasakan kehilangan besar akan sosok yang telah banyak memberikan kontribusi pada industri musik Tanah Air. Ricky dilaporkan meninggal akibat serangan jantung saat konser Seringai di Jepang, yang merupakan bagian dari tur band tersebut di Gekko Festival yang berlangsung dari 18 hingga 21 April 2025.
Lahir dengan nama lengkap Ricardo Bisuk Juara Siahaan pada 5 Mei 1976 di Tanjung Pandan, Pulau Belitung, Ricky memulai karier musiknya dengan membentuk band hardcore Stepforward pada tahun 1995. Band ini merilis album “Stories of Undying Hope” pada 2001, yang menjadi langkah awalnya di dunia musik. Pada tahun 2002, bersama Arian13, Edy Khemod, dan Sammy Bramantyo, Ricky mendirikan Seringai, yang segera memperoleh tempat penting dalam skena musik metal Indonesia.
Gaya musik Seringai yang dikenal sebagai high octane rock banyak dipengaruhi oleh band-band legendaris seperti Black Sabbath, Motörhead, dan Slayer. Sejak terbentuk, Seringai telah merilis sejumlah album yang menjadi ikon di dunia musik, antara lain “High Octane Rock” (2004), “Serigala Militia” (2007), “Taring” (2012), dan “Seperti Api” (2018). Kombinasi antara kemampuan teknis Ricky sebagai gitaris dan lirik yang tajam telah membuat Seringai menjadi salah satu band yang paling dihormati di Indonesia.
Selain karier musiknya, Ricky juga terlibat aktif dalam industri media. Ia memulai langkahnya sebagai produser di MTV On Sky pada tahun 2002, sebelum bergabung dengan majalah Rolling Stone Indonesia pada 2005. Sekitar setahun setelah bergabung, Ricky diangkat menjadi managing editor hingga penutupan majalah tersebut pada 2017. Di samping itu, Ricky juga berperan sebagai produser musik, termasuk untuk band post-metal Amerta dalam lagu “Chevron” yang dirilis pada 2022.
Ricky tidak hanya berfokus pada musik. Sejak tahun 2015, ia menjabat sebagai manajer aktor laga Iko Uwais, membimbingnya dalam berbagai proyek film internasional. Kerjasama mereka dimulai saat Ricky menemani Iko ke Los Angeles untuk bertemu sutradara Peter Berg, dan sejak saat itu mereka telah bekerja sama dalam proyek-proyek besar seperti “Star Wars: The Force Awakens,” “Mile 22,” dan “Snake Eyes.”
Kepergian Ricky Siahaan meninggalkan duka mendalam bagi banyak orang. Ia dikenal sebagai sosok yang berpengaruh dalam perkembangan musik metal di Indonesia, baik lewat karya-karyanya bersama Seringai maupun kontribusinya di bidang media dan manajemen. Ricky juga seorang ayah dari empat anak, dan kabar kepergiannya membuat komunitas musik berduka.
Dalam pernyataan pihak Seringai, penggalan kata-kata tentang Ricky sebagai sosok yang “bergelora” dan “penuh semangat” mewakili dedikasi dan cinta yang dimilikinya terhadap musik dan seni. Di Gekko Festival, Seringai seharusnya melanjutkan penampilan mereka dari tanggal 18 hingga 21 April 2025, namun kepergian Ricky menjadikan perayaan itu terasa berbeda dan penuh emosi bagi para anggota band dan penggemarnya.
Ricky Siahaan tidak hanya dikenang sebagai gitaris hebat, tetapi juga sebagai inovator dan pembawa semangat bagi banyak musisi muda di Indonesia. Kehilangannya pastinya akan memengaruhi banyak orang dan meninggalkan warisan yang akan terus dikenang dalam sejarah musik Indonesia.