
Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, kembali mengulangi komitmennya untuk mengedepankan dialog dalam penyelesaian konflik dan hubungan internasional. Dalam pernyataannya pada Antalya Diplomacy Forum (ADF) 2025 yang berlangsung di Antalya, Turkiye, Prabowo menekankan bahwa lebih baik berbicara dalam waktu yang lama ketimbang terlibat dalam pertempuran. Ia merujuk pada tradisi politik luar negeri Indonesia yang bersifat bebas aktif dan netral, serta memprioritaskan hubungan damai dengan semua negara.
Prabowo mengungkapkan, prinsip tersebut telah menjadi bagian dari identitas Indonesia sejak awal berdirinya Gerakan Non-Blok bersama dengan negara-negara seperti India, Mesir, dan Yugoslavia. “Rakyat kami tidak ingin dilibatkan dalam aliansi atau blok manapun, khususnya blok militer. Kami netral,” terang Prabowo. Pernyataan ini mencerminkan sikap politik luar negeri Indonesia yang tidak ingin terjebak dalam ketegangan global yang berpotensi memicu konflik.
Sikap netralitas ini, lanjut Prabowo, merupakan bagian dari warisan peradaban Asia yang diyakininya penting untuk mempertahankan stabilitas di kawasan. Meskipun terdapat perbedaan antara negara-negara, Prabowo berpendapat bahwa ASEAN telah mampu menyelesaikan berbagai tantangan melalui dialog. “Kami masih memiliki perbedaan, tapi kita cenderung menggunakan diplomasi. Kita cenderung bicara, bicara, dan bicara. Dan, terkadang bicara itu membosankan, tapi lebih baik bicara lama daripada bertempur,” ujarnya dengan tegas. Hal ini menggarisbawahi betapa pentingnya komunikasi untuk menyelesaikan masalah yang ada.
Lebih jauh, Prabowo mengungkapkan visinya untuk menjadikan Indonesia sebagai mediator dalam hubungan internasional, khususnya dengan negara-negara besar di dunia. Menurutnya, menjaga hubungan baik dengan kekuatan global adalah kunci untuk menciptakan stabilitas yang dapat memberikan manfaat bagi semua pihak. “Saya ingin berada dalam hubungan yang sangat baik. Saya ingin menghormati semua kekuatan besar, sebagaimana saya berharap mereka juga menghormati kita,” papar Prabowo.
Sejak menjabat, Prabowo telah menetapkan kebijakan bertetangga baik sebagai salah satu prinsip diplomasi Indonesia. Ia menilai, penting bagi negara untuk membangun relasi yang saling menguntungkan, mengingat kondisi global yang kian kompleks dan penuh tantangan. Dalam konteks ini, Prabowo menekankan bahwa komunikasi yang baik antarnegara bisa menjadi upaya awal dalam meredakan ketegangan yang mungkin terjadi.
Pada ADF 2025, Prabowo juga mengajak seluruh negara untuk bersiap menghadapi kemungkinan terburuk yang dapat memicu krisis global. Hal ini mencerminkan kepeduliannya terhadap situasi dunia yang rentan terhadap konflik, serta komitmennya untuk berperan aktif dalam mencari solusi damai. Pejabat pemerintahan dan pemimpin dunia lainnya diharapkan dapat menghargai pentingnya dialog untuk mencapai perdamaian yang berkelanjutan.
Lebih dari sekadar politik, pragmatisme dalam hal diplomasi adalah keharusan yang harus dipenuhi. Prabowo menegaskan bahwa pendekatan berbasis dialog bukan hanya cara untuk menghindari perang, tetapi juga sebagai upaya untuk membangun persahabatan dan kerjasama yang lebih kuat antara bangsa-n Bangsa. Dialog yang panjang, meski terkadang terkesan membosankan, diharapkan dapat membuka jalan bagi memahami perspektif satu sama lain.
Dengan berpegang pada prinsip-prinsip tersebut, Indonesia diharapkan dapat terus berkontribusi positif terhadap stabilitas dunia, sebagai jembatan antara berbagai kepentingan yang seringkali bertentangan. Prinsip netralitas yang diperjuangkan oleh Prabowo diharapkan dapat memberikan Teladan tidak hanya bagi negara lain, tetapi juga untuk menjaga perdamaian dan keamanan di kawasan Asia Tenggara.