
Perdana Menteri Palestina, Mohammed Mustafa, baru-baru ini mendesak negara-negara Arab dan Islam untuk menjadikan rencana rekonstruksi Jalur Gaza sebagai prioritas bersama. Dalam pernyataannya di hadapan Dewan Menteri Luar Negeri Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) yang berlangsung di Arab Saudi, Mustafa menekankan pentingnya dukungan kolektif untuk mengatasi dampak bencana yang diderita oleh rakyat Palestina akibat serangan berulang oleh Israel.
Mustafa menjelaskan bahwa rincian rencana rekonstruksi yang dirancang oleh pemerintah Palestina dan Mesir harus diadopsi sebagai rencana bersama oleh semua negara Arab dan Islam. Ia menekankan perlunya membentuk sebuah otoritas rekonstruksi yang independen, yang akan berfungsi untuk mengawasi dan mengoordinasi pelaksanaan rencana tersebut. Otoritas ini, menurutnya, akan memiliki kemandirian dalam pengelolaan keuangan dan administratif serta mematuhi standar audit internasional.
“Keberhasilan rencana rekonstruksi Gaza sangat tergantung pada sejumlah faktor penting, termasuk penghentian serangan Israel, kembalinya para pengungsi, penarikan pasukan Israel, serta pembukaan akses perbatasan untuk material dan perlengkapan yang diperlukan,” ungkap Mustafa. Ia juga menekankan bahwa dukungan keuangan yang dijamin sangat penting untuk kelancaran proses rehabilitasi Gaza.
Lebih lanjut, Mustafa menggambarkan situasi terkini di Gaza yang semakin memburuk akibat penindasan dan serangan yang dilakukan oleh Israel, termasuk perampasan tanah dan pemindahan paksa. Dia menekankan bahwa gencatan senjata yang berkelanjutan sangat penting untuk melindungi warga Palestina dan mengembalikan kehidupan normal di wilayah tersebut. “Pelaksanaan rencana ini bukan saja akan mengembalikan kehidupan di Gaza, tetapi juga akan berkontribusi pada kebebasan Palestina dari penindasan serta membantu mewujudkan pembentukan negara Palestina yang merdeka,” tuturnya.
Dalam konteks dukungan internasional, Mustafa menggarisbawahi perlunya langkah-langkah yang lebih tegas oleh komunitas global untuk menekan Israel agar menghentikan praktik diskriminatif dan melanggar hukum internasional terhadap rakyat Palestina. Diperlukan langkah-langkah politik, diplomatik, dan ekonomi yang lebih kuat untuk memastikan hak-hak Palestina ditegakkan, dengan Yerusalem sebagai ibu kota.
Mustafa juga menyampaikan bahwa dalam pertemuan Liga Arab di Kairo, strategi mereka difokuskan untuk mencapai perdamaian yang adil dan komprehensif. Dia menegaskan perlunya mengakhiri okupasi Israel dan mendukung pembentukan negara Palestina yang berkedaulatan, di mana Yerusalem Timur menjadi ibukotanya, berdasarkan Inisiatif Perdamaian Arab 2002.
Di sisi lain, Mesir juga menyatakan kesiapannya untuk menjadi tuan rumah konferensi internasional guna mendukung proses rekonstruksi Jalur Gaza setelah tercapainya kesepakatan gencatan senjata. Dengan situasi yang semakin memprihatinkan, upaya kolektif dari negara-negara Arab dan Islam menjadi sangat vital dalam menjawab tantangan ini.
Penting untuk dicatat bahwa masyarakat Palestina, baik yang di Gaza, Tepi Barat, maupun Yerusalem, kini berada di tengah serangkaian tindakan agresif dari pihak Israel. Oleh karena itu, Mustafa menegaskan perlunya solidaritas yang lebih kuat antar negara Muslim untuk melawan kesewenangan Israel dan menciptakan lingkungan yang kondusif untuk perdamaian di kawasan. Keterlibatan aktif dari negara-negara Arab dan dukungan internasional dapat menjadi katalisator yang dibutuhkan untuk merevitalisasi Gaza dan menciptakan fondasi yang kokoh bagi kemerdekaan Palestina.